Halaman

Kamis, 15 Desember 2011

Fluxus

LBM 6
FLUXUS

STEP 1
o    Fluxus : cairan yg keluar dari vagina dengan jumlah banyak missal : nifas yg berkepanjangan.

STEP 2
     Wanita 32 th, G1P1A0
     Menstruasi lebih dari 15 hari, darah banyak, merasa lemas, siklus tdk teratur 1 bulan 2x, disminorre
     Keputihan berbau busuk diluar waktu haid
     Ibu meninggal krn kanker servik uteri
     PF : anemis, obesitas, uterus anteflexi dgn ukuran sebesar kepalan tangan orang dewasa


STEP 3
1.    Mengapa menstruasi tdk teratur (dlm 1 bulan 2x)?
Karena gangguan hormonal, dan karena stress
Mymoma  gang. Estrogen dan progesterone

Perdarahan ada 2 :
•    Berovulasi : teratur, krn hemostasis local
•    anovulasi : tidak teratur, gang. Hipotalamus dan hipofisis dalam memproduksi hormone (unopposed)

2.    Mengapa keputihan berbau busuk diluar haid ?
Karena infeksi dari uterus

3.    Apakah hubungan nyeri dengan keluhan penderita?
•    Karena gang. Perdarahan / gang. sirkulasi darah nekrosis terjadi perdarahan peritoneum shg timbul nekrosis jaringan.
•    Karena tekanan saraf karena uterus membesar, dan bias menekan VU, Uretra, ureter, rectum sehingga timbul nyeri. Penjalaran sesuai dengan sarafnya yang terkena
•    Myoma submukosa  Myoma geburt /bertangkai menjadi polip di servik. Hal ini pertumbuhan myoma cepat tumbuh saat kehamilan, sehingga berdegenerasi karnosa, berdegenerasi merah, juga mengalami torsi makin lama besar sehingga terjadi gang. Sirkulasi sehingga terjadi perdarahan  nyeri
    Etiologi krn estrogen meningkat yang nulipara dari pada multipara
•    Progesteron mengurangi dismonore

4.    Hubungan RPK dengan keluhan penderita?
Genetic merupakan factor resiko
•    Factor resiko : merokok, infeksi peristen HPV berisiko tinggi, hubungan sex dibwh 15 atau 16 th, berhubungan sex dgn orang yg menderita condiloma, jarak persalinan dekat, ganti-ganti pasangan
Tipe HPV resiko tinggi = 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 52, 56, 58, 59
Tipe HPV resiko rendah = 6, 11, 42, 44

5.    Apakah ada hubungan obesitas dengan keluhan penderita?
Obesitas kandungan lemak tinggi mengakibatkan produksi estrogen meningkat dalam precursor adrenal dan ovarium  sebagai factor predisposisi

6.    Apakah maksud dari status internus anemis pada px fisik?
o    KU anemis : ditemukan konjungtiva palpebra inferior pucat,
o    anemia mengakibatkan disminore

7.    Mengapa dokter menyarankan px USG dan Histopatologi? Dan hasil apa yang mungkin didapat?
    Histopatologi = Untuk mengetahui gambaran micros dan macros  hasil didapat otot spindle yg tersusun seperti konde
    USG = apabila myoma  didapat hasil irregularitas kontur, permukaan lunak, adanya kalsifikasi dengan gambaran hiperekoik, degenerasi kistik gambaran hipoekoik, ggambaran uterus berbenjol dan intramural membesar

8.    Kenapa terjadi menoragi?
Karena obesitas akan meningkatkan estrogen dan progesterone sehingga menjadi tdk seimbang :
progesteron = berhubungan hiperplasi endometrium
estrogen = berhubungan dengan perkembangan myoma

siklus anovulasi berperan disini  ditambah factor predisposisi estrogen berlebih  fase proliferative  tidak diikuti fase sekretorik  kelenjar endometrium mengalami perubahan kistik ringan  sehingga butuh progesterone untuk penyeimbang tapi tidak terpenuhi  endometrium kolaps sebagian  kena a. spiralis  perdarahan

sarang myoma  nekrosis dan infeksi  sehingga dapat meneluarkan menoragie dan metoragia disertai leukorea dan ganguan krn infeksi uterus  sehingga cairan berbau busuk

9.    Mengapa terjadi pembesaran uterus sampai sebesar kepalan tangan orang dewasa?
Karena ada pengaruh estrogen meningkat  terjadi myoma tapi tergantung besar kecilnya ukuran myoma


DD : perdarahan uterus disfungsional (menoragie, metroragie, perdarahan ovulatorik) ; myoma uteri; endometriosis; Ca serviks

perdarahan uterus disfungsional
1.    Definisi : perdarahan uterus yang tidak normal
Definisi
PUD adalah perdarahan uterus abnormal (jumlah, frekuensi, dan lamanya), yang terjadi baik di dalam maupun di luar siklus haid, yang semata-mata disebabkan hanya oleh gangguan fungsional mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa ada kelainan organik alat reproduksi (tumor, infeksi, atau kehamilan).

2.    Etiologi
     kondisi didalam uterus : myoma dll
     kadar estrogen meningkat, progesterone menurun  pada orang obesitas
Secara umum, penyebab perdarahan uterus abnormal adalah kelainan organik (tumor, infeksi), sistemik (kelainan faktor pembekuan), dan fungsional alat reproduksi.

myoma uteri
1.    Definisi : tumor jinak yang ada di rahim terdiri dari otot polos dan jaringan fibrosa (nama lain : leiomioma, fibromioma, mioma,)
Fibroid (Leiomioma, Fibromioma, Mioma) adalah tumor jinak pada dinding rahim yang terdiri dari otot dan jaringan fibrosa.
Fibroid terjadi pada 20% wanita berusia 35 tahun dan lebih sering ditemukan pada wanita berkulit hitam.
Ukurannya bervariasi, mulai dari yang tak terlihat sampai sebesar buah semangka.

2.    Etiologi

o    Idiopatik
o    kadar estrogen meningkat, progesterone menurun

3.    klasifikasi letak :
     mioma submukosa
     mioma intramural
     mioma subserosa
     mioma intraligamenter
     wondering / parasitic fibroit = mioma tumbuh pada jaringan lain dan terlepas dari uterus
menurut jenis
    fibromioma
    leiomioma
    uterino fibroid
menurut letak
    sub serosa
    sub mukosa (paling banyak)
    intramural
    parasitik

1. Mioma submukosa  Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.
-    Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma.
-    Jenis ini sering memberikan keluhan  gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.
-    Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
-    Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
-    Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalamiinfeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas
2. Mioma intramural  Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
3. Mioma subserosa  Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma intraligamenter  Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot
polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern)
dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan.


Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifat degenerasi ok berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma


4.    Patofisiologi
Mioma Immature  dipenggaruhi sel nest + estrogen tinggi  menjadi membesar
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Karena mioma uteri banyak ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah pada usia menopause, belum pernah terjadi sebelum menarche, maka diduga penyebabnya timbulnya mioma uteri paling banyak oleh stimulasi hormon estrogen.
Pukka menemukan bahwa reseptor estrogen pada mioma uteri lebih banyak didapatkan dibandingkan dengan miometrium normal. Meyer, de Snoo mengemukan patogenesis mioma uteri dengan teori cell nest dan genitoblast.
Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri atau memakai mediator masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan banyak sekali mediator di dalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor-l,(IGF-l), connexsin-43-Gap function protein dan marker proliferasi.
Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50% dari mioma uteri yang diperiksa dan yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada kromosom 7(del(7)(q 21)/q 21 q 32). Keberhasilan pengobatan medikamentosa mioma uteri sangat tergantung apakah telah terjadi perubahan pada kromosom atau tidak.

A. Perubahan Sitogenetik Mioma Uteri
Analisis sitogenetik dari hasil pembelahan mioma uteri telah menghasilkan penemuan yang baru. Diperkirakan 40% mioma uteri memiliki abnormalitas kromosom non random. Abnormalitas ini dapat dibagi menjadi 6 subgrup sitogenetik yang utama termasuk translokasi antara kromosom 12 dan 14, trisomi 12, penyusunan kembali lengan pendek kromosom 6 dan lengan panjang kromosom 10 dan delesi kromosom 3 dan 7.
Penting untuk diketahui mayoritas mioma uteri memiliki susunan kromosom yang normal.
Muncul pertanyaan dari klasifikasi mioma uteri dengan kariotif abnormal, apakah terdapat hubungan antara genotip tumor dengan fenotip klinis. Beberapa penelitian telah menunjukan adanya rearrangements karyotype berhubungan dengan ukuran tumor yang lebih besar sesuai dengan lokasi anatomis.
Arein, dkk menemukan bahwa tumor dengan delesi kromosom 7 rata-rata lebih kecil dari
daripada tumor dengan penyusunan kembali kromosom 12 (5 vs 8,5 cm), tetapi ekivalen dengan ukuran tumor yang memiliki kariotip normal (5,4 cm). Hasil-hasil ini dikonfirmasikan oleh Kernig dkk. Lebih jauh lagi mioma uteri submukosa ditemukan oleh Brosens dkk memiliki perubahan yang lebih sedikit (12%) daripada intramural(35%) atau tumor subserosa (29%). Tidak ditemukan hubungan antara abnormalitas sitogenetik dan usia penderita atau paritas.
Beraneka ragam perubahan kromosom ditemukan pada mioma uteri, yang paling sering terjadi yaitu: translokasi, trisomi dan delesi, menyebabkan mekanisme pertumbuhan tumor yang multipel, contohnya translokasi dapat juga meningkatkan atau menurunkan ekspresi gen melalui posisi juxta pada seluruh bagian gen disamping elemen regular ektopik. Sebagai pilihan translokasi yang menyetop fungsi seluruh protein atau diterjemahkan ke protein chimeraic novel yang fungsional.
Trisomi biasanya meningkatkan ekspresi gen melalui peningkatan dosis gen, dimana paling sering terjadi delesi kromosom pada gen kehilangan fungsinya. Maka itu perbedaan perbedaan tipe abnormalitas kromosom berada pada mioma uteri dapat pertumbuhan tumor. Penelitian-penelitian mengindentifikasikan gen yang berperanan dalam perubahan sitogenetik ini.
1. Subgrup t (12,14)
Translokasi kromosom yang paling sering pada mioma uteri yaitu, t(12,14)(q14-q15;q23-q24) diperkirakan terdapat pada 20% mioma uteri dengan perubahan kariotip.
Pasangan kromosom 12 lain yang paling sering mengalami translokasi termasuk kromosom 2,4,22 dan x.
Bagian q14-q15 pada kromosom 12juga ditemukan pada tumor mesenkim lainnya seperti; fibroadenoma mammae, polip endometrium, lipoma dll.
Kloning pada posisi 12q14-q15 dimulai dengan perkembangan high density physical map dan dihasilkan dari indentifikasi Yeast Artifician Chromosome (YAC) yang meningkatkan translokasi 12q15 pada mioma uteri HMGIC, grup protein dengan densitas tinggi yang dipetakan ke kloning YAC ini, menjadi gen yang berpotensial menarik karena penelitian pada tikus mengidentifikasikan bahwa HMGIC adalah DNA binding protein yang terlbat
dalam proliferasi seluler dan pada diferensiasi jaringan mesenkim, termasuk jaringan adiposa. Sebagai contoh, ekspresi HMGIC disebut fenotip pygmybermanifestasi pengurangan berat 40% dan pada hipoplasia adiposit, fibroblast tikus menunjukkan penurunan empat kali lipat aktifitas proliferasi.
Terlebih lagi penelitian molekular telah menemukan ekspresi HMGIC pada mioma uteri
dibandingkan ekspresi yang tidak dapat dideteksi pada miometrium yang normal. Bagian kromosom 14 terlibat dalam mioma uteri dengan t(12,14) menarik perhatian karena spesifitasnya pada mioma uteri dibandingkan dengan tumor mesenkim lainnya, dimana terjadi perubahan HMGIC. Reseptor ß gen estrogen (ESR 2), yang berada pada lengan panjang kromosom 14 (14q23-24) sangat berarti karena pertumbuhan mioma uteri responsif terhadap estrogen.
Bagaimanapun lokus ESR 2 dipetakan kira-kira 2 megabas (MB) dari t(12,14) dan analisis ekspresi tidak mengubah perbedaan transkripsi level ESR 2 antara mioma uteri dengan dan tanpa t(12,14). Demikian juga ESR 2 tidak terganggu pada tumor dengan t(12,14) yang dianalisa dengan hibridisasi fluoroscence insitu, dari hasil ini bukan berarti ESR 2 pada mioma uteri disebabkan kesalahan ekspresi lainnya atau sebagai pasangan translokasi posisi HMGIC pada mioma uteri dengan t(12,14), namun demikian perkiraan fisiknya ke t(12,14) belum dapat dibuktikan bermakna sebagai mekanisme yang mendasari patogenesis dan patologi mioma uteri.
2. Subgrup 6p21
Ketika HMGIC ditemukan terlibat dalam kromosom subgrup 12 pada mioma uteri, HMGIY segera dikenali sebagai protein mobilitas tinggi berhubungan dengan HMGIC yang berada di lengan pendek kromosom 6(6p 21) dapat berperanan dalam perubahan 6p21 pada mioma uteri. Hibridisasi Flourescence insitu telah mengkonfirmasi bahwa HMGIY terlibat dalam perubahan ini. Lebih jauh lagi peningkatan ekspresi HMGIY ditemukan pada mioma uteri tanpa perubahan sitogenetik pada kromosom 6 pada tumor dengan perubahan kromosom lainnya dan pada tumor dengan kariotip yang normal. Perubahan 6p21, termasuk translokasi dengan kromosom 1,2,4,10 dan 14 seperti inversi dan translokasi dengan kromosom lainnya, terjadi <10 % mioma uteri dengan kariotip yang abnormal.
3. Grup Protein Mobilitas Tinggi
HMGIC dan HMGI(Y) termasuk dalam grup mobilitas tinggi. Protein grup mobilitas tinggi, jumlah banyak, nonhistone, DNA binding protein yang secara tidak langsung mengatur aktifitas beraneka DNA dependent, seperti transkripsi, dengan menyediakan faktor-faktor arsitektur. Protein grup mobilitas tinggi dikelompokkan berdasarkan fungsinya ke dalam 3 kelas, HMGI/2 HMG-14/HMG 17, HMG I. HMG I terdiri dari 3 protein; HMGI-C berperanan dalam proliferasi dan diferensiasi sel.
Ikatan protein HMG I dapat menginduksi perubahan DNA, kemudian mempengaruhi akses protein binding DNA lainnya. Lebih jauh lagi domain c terminal berinteraksi dengan protein lainnya, contohnya faktor transkripsi.
Dengan cara ini protein HMG I dapat secara tidak langsung transkripsi, contohnya perubahan yang terjadi diinduksi oleh ikatan HMGI(Y) telah diketahui menghubungkan transkripsi interferon ß. HMGIY telah terlihat mempengaruhi transkripsi gen lainnya termasuk tumor necrosis factor ß, E Selectin, IL-2 receptor , chemokine, MgSA/GRO, CD44 cell adhesion protein dan sintesis nitric acid yang dapat direduksi. Akhir –akhir ini level sintese nitric oxide endotel terlihat dari imunostaining yang secara bermakna lebih tinggi pada sel-sel otot polos daripada sel otot polos yang normal. Nitric Oxide mempengaruhi neovaskularisasi tumor yang estrogen dependent. Dapat ditentukan bila ada korelasi antara ekspresi induksi sintese nitric oxide dan level disregulasi protein HMGI pada mioma uteri dengan perubahan gen HMGI. Kesamaannya, hubungan antara ekspresi HMGI dan perubahan ekspresi gen lainnya yang diatur protein HMGI belum terlihat pada mioma uteri. HMGI(Y) juga dapat menghambat transkripsi dengan menginterupsi resesi transkripsi histone.
4. Subgrup Del(7)(q22q32)
Delesi kromosom 7, del(7)(q22q32) terdapat pada 17 % mioma uteri dengan kariotip yang abnormal.

B. Biomolekuler perdarahan pada mioma uteri
Pada penelitian klasik ditemukan perubahan fundamental struktur vaskuler uterus miomatosus. Dengan kemajuan era molekuler ditemukan mekanisme angiogenesis pada uterus yang didukung dengan didapatkannya disregulasi Local Vasoactive growth factor atau growth factor receptors pada miometrium mioma uteri.
Walaupun ekstasia vena merupakan karakteristik kelainan pembuluh darah pada mioma uteri, kelainan multipel pada arteri, vena dan matriks ekstraseluler (ECM) disekelilingnya kemungkian juga menjadi penyebab kelainan heterogen ini.
Pengertian disregulasi tidak hanya menerangkan patofisiologi masalah klinis, tapi juga mengarah ke penatalaksanaan yang inovatif.
Pada siklus menstruasi normal, perubahan siklik estrogen dan progesteron akan mempengaruhi stroma dan glandular endometrium. Perubahan morfologi glandular dan stroma ini diikuti dengan perubahan struktur vaskular, dimana perubahan ini dimulai dari miometrium sampai sampai ke endometrium melepaskan cabang arteri radialis yang menjadi berkelok-kelok dan disebut arteri spiralis yang masuk ke dalam endometrium. Arteri spiralistidak seperti arteri basalis peka terhadap estrogen dan
progesteron. Menstruasi merupakan fase iskemik dengan karakteristik vasokonstriksi arteri spiralis ini dan perdarahan terjadi setelah pembuluh darah relaksasi. Komponen darah termasuk faktor pembekuan dan platelet muncul untuk membentuk bekuan yang membatasi kehilangan darah sampai regenerasi selesai.
Menurunnya hormon steroid menyebabkan disrupsi sel-sel endometrium dan extracellular matrix (ECM). Kelainan ekspresi molekul desmoplakin I II, E-cadherm, dan ß-catenins dan hilangnya F-actin terjadi hanya pada lapisan fungsional pada peristiwa menstruasi. Apoptosis meningkat perlahan pada fase sekretori di glandular endometrium dan menyiapkan jaringan untuk disrupsi. Sesudah lapisan fungsional lepas, terjadi regenerasi dimulai dari basal endometrium, ketika terjadi kontak langsung dengan miometrium timbul mekanisme dimana growth factor mempengaruhi regenerasi endometrium pada sistem parakrin.
Proses siklis angiogenesis, pembentukan pembuluh darah baru, pada ovarium dan uterus sangat unik dan sulit dimengerti. Angiogenesis pada pembentukan tumor memiliki proses patologi seperti pada penyembuhan luka. Dimana terjadi interaksi antara pembuluh darah dan ECM disekitarnya. Proses yang terjadi dalam angiogenesis adalah penghancuran membran basalis, migrasi sel endotel, proliferasi sel endotel, pembentukan tabung kapiler, diikuti stabilisasi (gambar 2). Degradasi membran basalis melibatkan stromelysin, kolagen dan enzim-enzim lainnya untuk menghancurkan elemen ECM. Sel endotel dapat bermigrasi ke ujung pembuluh darah. Proses migrasi didukung lingkungan yang banyak mengandung kolagen tipe I dan tipe III dan dirangsang oleh basic fibroblast growth factor (bFGF). Protein ECM ini juga muncul dan berperanan penting dalam proses proliferasi. Pembentukan lumen dan stabilisasi juga dipengaruhi komponen ECM.
Komponen ECM, kolagen IV dan V, serta laminin dihubungkan dengan basal membran dan masuk kedalam suatu tempat yang banyak mengandung kolagen interstitial I,III, dan fibronektin yang membantu proses migrasi. Proliferasi terjadi 24 jam setelah migrasi. Angiogenik ini mengadakan vakuolisasi untuk membentuk lumen kapiler. Ketika proses stabilisasi tuba terjadi, membran basalis baru terbentuk disekitar kapiler Dikutip dari Gross Karen L,BA
Diperkirakan 30% wanita mengalami kelainan menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas permukaan endometrium atau karena meningkatnya insiden disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan terjadinya perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya venule ectasia.
Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factors atau vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal. Telah jelas bahwa ada perbedaan sejumlah gen pada mioma uteri dengan miometrium yang normal. Terdapat peningkatan reseptor estrogen dan progesteron serta enzim aromatase pada mioma uteri dibandingkan dengan miometrium. Mioma uteri juga meningkatkan reseptor insulin like growth factor (IGF-I) dan mRNA IGF-II dan telah meningkatkan TGF-ß3 enam kali lipat dibandingkan dengan miometrium. Selain itu didapatkan juga peningkatan mRNA dan protein for parathyroid hormon related protein (PTHrP) dan bFGF (Weir dkk,1994;Mangrulkar dkk,1995)
Protein yang ada pada mioma uteri mengalami fase siklus menstruasi yang spesifik lebih banyak dibanding miometrium yang normal. Laboratorium telah menunjukkan mRNA kolagen tipe I dan kolagen tipe III meningkat relatif pada mioma uteri hanya terjadi pada fase proliferatif siklus epidermal Growth Factor (EGF) mRNA telah terlihat meningkat relatif pada fase luteal siklus dibandingkan dengan miometrium (Harrison-Woolrych dkk,1994). Penelitian terbaru mengatakan bahwa reseptor EGF dapat diturunkan pada mioma uteri sejak penelitian lain yang berkaitan menyatakan adanya penurunan ikatan tersebut pada mioma uteri dibandingkan miometrium normal.
Faktor-faktor pertumbuhanataupun reseptornya yang diregulasi berbeda pada mioma uteri atau endometrium uterus miomatosus, merupakan mediator yang potensial pada mioma uteri yang disertai komplikasi. Faktor-faktor yang diregulasi berbeda, yang telah diketahui berperanan pada jaringan vaskuler dengan cara meningkatkan proliferasi atau perubahan kapiler pembuluh darah, yang berpotensi menyebabkan mioma uteri dengan gejala menoragia. Faktor-faktor yang memenuhi semua kriteria termasuk basic fibroblast growth factor (bFGF), vascular endothelial growth factor (VEGF), heparin binding epidermal growth factor (HBEGF), platelet derived growth factor (PDGF), TGF-ß, PTHrP dan prolaktin.
Keempat faktor ini (bFGF,VEGF,HBEGF,PDGF) milik heparin binding group of growth factors. Sejak faktor-faktor ini berikatan dengan heparin sulfat proteoglycans yang ditemukan di ECM, mioma uteri, dengan muatan ECM yang besar, dapat dijadikan wadah bagi faktor-faktor ini. Kedua faktor bFGF dan VEGF mengatur fungsi sel endotel, maka itu migrasi sel endotel vital ditingkatkan ke proses angiogenik. HBEGF dan PDGF mengatur fibroblast dan fungsi sel otot polos dan dapat mempengaruhi vaskularisasi otot polos mioma uteri, sel miometrium ataupun sel stroma endometrium. PTHrP dapat berfungsi sebagai vasodilator secara tidak langsung dengan aksi pada ECM atau secara langsung pada pembuluh darah. TGF-ß berfungsi pada banyak tipe sel dan prolaktin, ketika membelah, berfungsi sebagai penghambat angiogenesis. Maka itu faktor ini memiliki aksi yang potensial dalam mengatur fungsi vaskuler di uterus.
1. Basic Fibroblast Growth Factor
Merupakan protein 18 kd yang meningkatkan angiogenesis melalui sejumlah mekanisme termasuk induksi proliferasi sel endotel, Chemotaxis dan produksi matrix remodelling enzym seperti kolagenase dan aktivator plasminogen. Terapi estradiol merangsang BFGF like activity, yang hilang ketika sel diterapi dengan progesteron model ini meniru pengaturan pengaruh hormon terhadap angiogenesis invivo. BFGF juga telah menjadi mitogen besar yang menyebabkan proliferasi sel otot polos sesudah perdarahan.
2. Vascular endothelial growth factor
VEGF merupakan growth factor angiogenic yang merupakan mitogen poten sel-sel endotelial, ditemukan spesifik muncul pada siklus menstruasi fase proliferatif. VEGF mRNA juga dideteksi pada miometrium dengan hibridisasi intensitas kuat pada batas endometrium dan miometrium. Pada uterus manusia level VEGF ditemukan sama pada miometrium dan mioma uteri dan tidak memiliki variabilitas siklus menstruasi yang bermakna.
3. Heparin-binding epidermal growth factor
HBEGF merupakan peptida 22-kd yang berfungsi sebagai mitogen pada fibroblas dan sel otot polos dengan EGF-R pada sel-sel otot polos memilih afinitas yang lebih besar daripad EGF, maka itu mitogennya lebih poten. Ekspresi meningkat pada tempat penyembuhan luka. HBEGF terdapat di endometrium dengan pengaturan yang berbeda pada endometrium dengan peningkatan ekspresi berhubungan dengan proliferasi tipe sel uterus, maka itu HBEGF mungkin merupakan mediator aktifitas hormon steroid pada uterus. Dari hasil analisa ekspresi pada EGF-R pada endometrium manusia menujukkan bahwa sel epitel mengekspresikan reseptor melalui siklus menstruasi, sementara sel stroma menunjukkan ekspresi hanya selamafase sekretori.
4. Platelet-derived growth factor
PDGF merupakan faktor pertumbuhan dengan homodimeric (AA dan BB) dan heterodimeric (AB) membentuk rantai dengan ikatan disulfid. Dua reseptor PDGF telah diidentifikasi PDGF  yang mengikat ketiga hormon dimeric dan PDGF ß yang mengikat hanya BB isoform dengan afinitas tinggi. Kedua reseptor merupakan tirosin kinase. PDGF berfungsi sebagai mitogen dan chemoattractant sel otot polos dan fibroblas. Imunochemistry pada rantai PDGF memiliki level sama antara mioma uteri dan sel otot polos intensitas staing sama pada miometrium dan leiomioma.


5.    Gambaran macros dan micros
o    Macros = abu2 agak putik dan berbatas tegas dan padat, umumnya satu atau jamak, sebagian tertanam pd miometrium sebagian tepat dibawah endometrium, membentuk tangkai bahkan melekat pada organ sekitarnya
o    Mikros = batas tegas bentuk kumparan seperti sel oto polos, ada kalsifikasi, degenerasi kistik, nekrosis iskemik

6.    Manifestasi klinis
    Menoragi dengan atau tanpa metroragi
    Masa didaerah panggul dengan menimbulkan rasa tertarik
    Frekuensi/kencing terlalu sering
    Hidronefrosis
    Konstipasi
    Dismenore
    rasa nyeri ok gangguan sirkulasi darah,+ nekrosis setempat dan peradangan
    gejala dan tanda penekanan tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. penekanan kandung kemih poliuri, pada uretra retensi urine, ureter hidroureter dan hidronefrosis, rektum obdtipasi dan tenesmia, PD dan pembuluh limfe edema tungkai dan nyeri panggul.
    InFeRtiLiTas dapat terjadi bila sarang mioma menutup menekan pars interstitial tuba, sedangkan mioma submukosa memudahkan tjdnya abortus ok torsi rongga uterus.


7.    Diagnosis
    PF : waktu px bimanual uterus ada gang. Kontur uterus oleh satu atau lebih masa
    PX lab : ada tidaknya anemi
    PP : USG, histeroskopi, MRI
Pemeriksaan fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.
2. Temuan laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioam terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.
3. Pemeriksaan penunjang
    a. Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.14
b. Hiteroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma

submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.

8.    Penatalaksanaan
1.    Pengobatan Penunjang
Khusus sebagai penunjang pengobatan bagi penderita anemia karena hipermenorea, dapat diberikan ferrum, transfusi darah, diet kaya protein, kalsium dan vitamin C.

1.    Pengobatan Operatif
a) Radiotherapy, pasangan radium, hormonal anti estrogen yang diberikan pada :
1) Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi
2) Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan
3) Bukan jenis sub mukosa
4) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum
5) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menimbulkan menopause
b) Myiomektomi
Myomektomi atau operasi pengangkatan myoma tanpa mengorbankan uterus dilakukan pada myoma intramural, myoma sub mukosum dan myoma sub serosum bertangkai atau jika fungsi uterus masih hendak dipertahankan, pada myoma sub mukosum yang dilahirkan dalam vagina, umumnya tumor dapat diangkat pervaginam tanpa mengangkat uterus. Operasi myomektomi :
1)      Dilakukan bila masih menginginkan keturunan
2)      Syaratnya harus dilakukan kuretage dulu, untuk menghilangkan kemungkinan keganansan
3)      Kerugiannya :
a) Melemahkan dinding uterus
b) Rupture uteri pada waktu hamil
c) Menyebabkan perlekatan

c. Histerektomi
Jika myoma uteri perlu dioperasi, maka tindakan yang dilakukan adalah histerektomi, umumnya dilakukan histerektomi abdominal, akan tetapi jika uterusnya tidak terlalu besar dan apalagi jika terdapat pula prolapsus uteri, histerektomi vaginal dapat dipertimbangkan. Pada histerektomi, myoma pada serviks uteri perlu diperhatikan jalannya ureter. Operasi histerktomi dilakukan apabila :
1)      Myoma uteri besarnya diatas 14 minggu kehamilan
2)      Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan satu atau dua ovarium, maksudnya untuk :
a) Menjaga jangan terjadi menopause sebelum waktunya
b) Menjaga gangguan coronair/aterisklerosis umum.

9.    Komplikasi
10.    Degenerasi ganas
Kejadiannya 0,32-0,6% dr slrh myoma dan 50-75% dr slrh sarkoma uterus. Ditemukan umumnya pada px histologi uterus yg telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila myoma uteri cpt membesar dan apabila terjd pembesaran sarang myoma dlm menopause.
11.     Torsi
Sarang myoma yg bertangkai dpt mengalami torsi  ggn sirkulasi  nekrosis  syndrom abdomen akut. Sarang myoma dpt mengalami infeksi dan nekrosis yg disebabkan oleh ggn sirkulasi darahnya.
Ilmu Kandungan .Prof.dr.Hanifa Wiknjosastro,DSOG. Edisi ke 3.1999,

12.    prognosis
Rekurensi setelah miomektomi terdapat pada 15-40% penderita dan 2/3 nya memerlukan pembedahan lagi.
Kapita Selekta Kedokteran.FKUI. Jilid 1 ,Edisi 3

endometriosis
1.    Definisi
2.    Endometriosis adalah suatu penyakit dimana bercak-bercak jaringan endometrium tumbuh di luar rahim, padahal dalam keadaan normal endometrium hanya ditemukan di dalam lapisan rahim.

Biasanya endometriosis terbatas pada lapisan rongga perut atau permukaan organ perut.
Endometrium yang salah tempat ini biasanya melekat pada ovarium (indung telur) dan ligamen penyokong rahim.
Endometrium juga bisa melekat pada lapisan luar usus halus dan usus besar, ureter (saluran yang menghubungan ginjal dengan kandung kemih), kandung kemih, vagina, jaringan parut di dalam perut atau lapisan rongga dada.
Kadang jaringan endometrium tumbuh di dalam paru-paru.

Endometriosis bisa diturunkan dan lebih sering ditemukan pada keturunan pertama (ibu, anak perempuan, saudara perempuan).
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya endometriosis adalah memiliki rahim yang abnormal, melahirkan pertama kali pada usia diatas 30 tahun dan kulit putih.

Endometriosis diperkirakan terjadi pada 10-15% wanita subur yang berusia 25-44 tahun, 25-50% wanita mandul dan bisa juga terjadi pada usia remaja.
Endometriosis yang berat bisa menyebabkan kemandulan karena menghalangi jalannya sel telur dari ovarium ke rahim.

3.    Etiologi

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi beberapa ahli mengemukakan teori berikut:
1.    Teori menstruasi retrograd (menstruasi yang bergerak mundur)
Sel-sel endometrium yang dilepaskan pada saat menstruasi bergerak mundur ke tuba falopii lalu masuk ke dalam panggul atau perut dan tumbuh di dalam rongga panggul/perut.
2.    Teori sistem kekebalan
Kelainan sistem kekebalan menyebabkan jaringan menstruasi tumbuh di daerah selain rahim.
3.    Teori genetik Keluarga tertentu memiliki faktor tertentu yang menyebabkan kepekaan yang tinggi terhadap endometriosis.
Teori histogenesis menerangkan bahwa endometriosis terjadi akibat adanya regurgitasi tuba epitel menstruasi - implantasi jaringan endometrium pada tempat abnormal tersebut. Faktor determinasi yang diperkirakan abnormal adalah regurgitasi darah haid / menstruasi retrograd (darah haid yang tidak keluar melalui serviks mengalir ke tuba - ovarium dan keluar ke rongga peritoneum) kemudian tumbuh berkembang karena organ yang ditempati tidak mengadakan reaksi penolakan (karena bukan benda asing / antigen).

Teori histogenesis : transplantasi, metastasis limfatik / vaskuler. Faktor determinasi adalah respon imunologik yang rendah, faktor genetik, status hormon steroid dan hormon pertumbuhan.

Teori metaplasia coelomik : menerangkan pertumbuhan endometrium di vagina padahal tidak ada hubungan vaskularisasi antara keduanya. Diperkirakan primer berasal dari sisa jaringan yang terdapat sejak perkembangan embrionik (saluran Muller). Demikian juga pada organ-organ yang berasal dari saluran Muller lainnya.

Teori induksi : lanjutan dari teori metaplasia, diperkirakan faktor biokimia endogen menginduksi perkembangan sel peritoneal yang tidak berdiferensiasi menjadi jaringan endometrium.

Pasca Operasi Uterus

(Misalnya miomektomi atau seksio sesar) dapat terjadi lapisan endometrium melekat atau terjahit dengan miometrium kemudian tumbuh menjadi endometriosis.

Teori yang diterima akhirnya adalah patogenesis multifaktorial : genetik, imunologi, endokrin dan mekanik.

Kemungkinan lokasi endometriosis :
- Endometriosis interna : dibagian lain uterus misalnya serviks dan isthmus.
- Endometriosis eksterna : di luar uteruus.
- Adenomiosis : endometrium di dalam lappisan miometrium.
- Endometrioma : endometrium dalam ovariium - kista coklat.
- Pada organ / tempat lain misalnya di ppermukaan / dinding usus, cavum Douglasi,
ligamen-ligamen, dan sebagainya. Jaringan endometrium ektopik ini
berproliferasi, infiltrasi dan menyebar ke organ-organ tubuh. Ditemukan 20-25 % pada
laparatomi pelvis. Terbanyak ditemukan pada usia 30-40 tahun.
4.    Patofisiologi
Jika ovarium terkena  kista berisi darah  “kista coklat” akibat penuaan darah, ini bisa menyebabkan :
a.    Fibrosis yang luas
b.    Perlekatan panggul
c.    Tertutupnya fimbria tuba
BUKU AJAR PATOLOGI ROBBINS VOL.2

5.    Gambaran macros dan micros
Muncul focus jaringan
Meyebar pada organ lain makros

6.    Manifestasi klinis
a.    Leukorea berat
b.    Perdarahan irregular  erosi dan ulserasi permukaan endometrium
Vaginal bleeding
Anemia akibat perdarahan kronik
Sakit abdomen bagian bawah/pelvis
Vaginal discharge yang berwarna putih/bening pada orang yang telah menopause

7.    Diagnosis
Seorang wanita dengan gejala yang khas atau infertilitas yang tidak bisa dijelaskan biasanya diduga menderita endometriosis. Sebagai tambahan pemeriksaan laboratorium tertentu bisa membantu seperti kadar Ca - 125 dalam darah dan aktivitas endometrial aromatase. Tapi alat diagnosa yang paling dapat dipercaya adalah dengan laparoskopi, yang dilakukan dengan memasukkan alat laparoskop melalui sayatan kecil di bawah pusar. Dengan alat ini dokter dapat melihat organ-organ panggul, kista dan jaringan endometriosis secara langsung.

8.    Penatalaksanaan

•    Obat-obatan yang menekan aktivitas ovarium dan memperlambat pertumbuhan jaringan endometrium
•    Pembedahan untuk membuang sebanyak mungkin endometriosis
•    Kombinasi obat-obatan dan pembedahan
•    Histerektomi, seringkali disertai dengan pengangkatan tuba falopii dan ovarium
Penatalaksanaan Endometriosis

Prinsip :
- Terapi medikamentosa untuk supresi horrmon.
- Intervensi surgikal untuk membuang impplant endometriosis.

Objektif :
- Kontrol nyeri pelvik kronik (terapi obbat saja).
- Penatalaksanaan infertilitas (terapi oobat dan pembedahan).
- Penataksanaan endometrioma (terapi pemmbedahan).
- Tumor ekstragenital / ekstrapelvik (teerapi obat dan pembedahan).
- Pencegahan kekambuhan (terapi optimaliisasi pra bedah).
- Penatalaksanaan asimptomatik (obat horrmonal / non hormonal), bedah.

Pengobatan hormonal :
- Progesteron : MDPA
- Danazol (17-alfa-etinil-testosteron)
- Kombinasi estrogen-progesteron : pil kkontrasepsi.
- Anti progestasional : etilnorgestrienoon / gestrinon.
- Agonis GnRH : leuprolid asetat, gosereelin, buserelin asetat, nafarelin, histrelin,
lutrelin.

Efek yang diharapkan :
- Progesteron (medroxyprogesteron) : dessidualisasi dan atrofi endometrium serta
inhibitor gonadotrofik yang kuat.
- Kombinasi estrogen / progesteron (pil kontrasepsi) : "pseudo pregnancy",
desidualisasi dan pertumbuhan endometrium diikuti atrofi endometrium.
- Antiprogestasional : anti progestogeniik dan estrogenik melalui aktivasi degradasi
enzim lisosomal sel.
- GnRH agonist : menyebabkan kadar estroogen menurun seperti pada saat
menopause.
- Testosteron : mensupresi LH & FSH, mennghambat pertumbuhan endometriosis.
- Untuk terapi nyeri dapat digunakan inhhibitor prostaglandin-sintetase.

Obat yang sekarang banyak dipakai dan dikembangkan : agonis GnRH.
Mekanismenya : suplai hormon - internalisasi - dikenali oleh mRNA - sintesis protein.
GnRH : hormon untuk menghasilkan gonadotropin.

Agonis GnRH : regulasi luluh reseptor GnRH pada sel gonadotropin hipofisis.
- Penekanan sekresi dan sintesis FSH dann LH hipofisis.
- Supresi ovarium : hambatan pematangan folikel dan hambatan produksi estradiol.

Diharapkan hipoestrogenisme akan menghambat pertumbuhan berlebihan jaringan endometriosis.

Selama sekitar 24 minggi, GnRH agonis akan memberikan efek :
1. Amenorhea
2. Gangguan reseptor estrogen (misalnya payudara mengecil).
3. Gangguan psikis atau neurologis.
4. Gangguan dalam hubungan seksual.

Pengobatan surgikal : untuk membersihkan fokus / implant endometriosis.

9.    Komplikasi
•    Obstruksi dan penurunan fungsi ginjal karena endometriosis dekat kolon atau ureter.
•    Torsi ovarium atau ruptur ovarium sehingga terjadi peritonitis karena endometrioma.
•    Catamenial seizure atau pneumotoraks karena eksisi endometriosis.
•    Infertilitas, ditemukan pada 30% - 40% kasus. Endometriosis merupakan penyebab infertilitas kedua terbanyak pada wanita.
•    Kanker ovarium.
Sumber :http://www.lusa.web.id/endometriosis/

10.    Prognosis


Ca serviks
1.    Definisi
Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim. Letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina).

2.    Etiologi
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita.
        Kelainan congenital
Kelainan didapat
3.    Patofisiologi
Benarkah perokok berisiko terjangkit kanker serviks?
Ada banyak penelitian yang menyatakan hubungan antara kebiasaan merokok dengan meningkatnya risiko seseorang terjangkit penyakit kanker serviks. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan di Karolinska Institute di Swedia dan dipublikasikan di British Journal of Cancer pada tahun 2001.
Menurut Joakam Dillner, M.D., peneliti yang memimpin riset tersebut, zat nikotin serta “racun” lain yang masuk ke dalam darah melalui asap rokok mampu meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi cervical neoplasia atau tumbuhnya sel-sel abnormal pada rahim. “Cervical neoplasia adalah kondisi awal berkembangnya kanker serviks di dalam tubuh seseorang,” ujarnya.
IBN
8. Selain perokok siapa saja yang berisiko terinfeksi?
Perempuan yang rawan mengidap kanker serviks adalah mereka yang berusia antara 35-50 tahun, terutama Anda yang telah aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun. Hubungan seksual pada usia terlalu dini bisa meningkatkan risiko terserang kanker leher rahim sebesar 2 kali dibandingkan perempuan yang melakukan hubungan seksual setelah usia 20 tahun.
Kanker leher rahim juga berkaitan dengan jumlah lawan seksual. Semakin banyak lawan seksual yang Anda miliki, maka kian meningkat pula risiko terjadinya kanker leher rahim. Sama seperti jumlah lawan seksual, jumlah kehamilan yang pernah dialami juga meningkatkan risiko terjadinya kanker leher rahim.
Anda yang terinfeksi virus HIV dan yang dinyatakan memiliki hasil uji pap smear abnormal, serta para penderita gizi buruk, juga berisiko terinfeksi virus HPV. Pada Anda yang melakukan diet ketat, rendahnya konsumsi vitamin A, C, dan E setiap hari bisa menyebabkan berkurangnya tingkat kekebalan pada tubuh, sehingga Anda mudah terinfeksi.

4.    Gambaran macros dan micros
CIN I
CIN II
CIN III

5.    Manifestasi klinis
Gejala kanker serviks tingkat lanjut :
•    munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan intim (contact bleeding).
•    keputihan yang berlebihan dan tidak normal.
•    perdarahan di luar siklus menstruasi.
•    penurunan berat badan drastis.
•    Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri punggung
•    juga hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal.

6.    Diagnosis

Pap smear adalah metode pemeriksaan standar untuk mendeteksi kanker leher rahim. Namun, pap smear bukanlah satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk mendeteksi penyakit ini. Ada pula jenis pemeriksaan dengan menggunakan asam asetat (cuka).
Menggunakan asam asetat cuka adalah yang relatif lebih mudah dan lebih murah dilakukan. Jika menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada teknik pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim, yang dinamakan teknologi Hybrid Capture II System (HCII).

7.    Penatalaksanaan
8.    Komplikasi
Hemoptisis, hepatomegali, ikterus, abortus krn infeksi dan perdarahan, kemandulan, kematian janin
9.    Prognosis

Berhubung tidak mengeluhkan gejala apa pun, penderita kanker serviks biasanya datang ke rumah sakit ketika penyakitnya sudah mencapai stadium 3. Masalahnya, kanker serviks yang sudah mencapai stadium 2 sampai stadium 4 telah mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tubuh, seperti kandung kemih, ginjal, dan lainnya.
Karenanya, operasi pengangkatan rahim saja tidak cukup membuat penderita sembuh seperti sedia kala. Selain operasi, penderita masih harus mendapatkan erapi tambahan, seperti radiasi dan kemoterapi. Langkah tersebut sekalipun tidak dapat menjamin 100% penderita mengalami kesembuhan.
Pilih mana? mencegah dengan vaksinasi atau anda memilih pengangkatan rahim, radiasi dan kemoteraphy yang masih juga belum ada jaminan sembuh? Lebih baik mencegah daripada mengobati kanker serviks bukan?


endometritis
1.    Definisi

2.    Etiologi
3.    Patofisiologi
4.    Gambaran macros dan mikros
5.    Manifestasi klinis
6.    Diagnosis
7.    Penatalaksanaan
8.    Komplikasi
9.    prognosis
Ca endometrium
1.    Etiologi
o    Berawal dari hiperplasia endometrium yang berkembang menjadi karsinoma
o    Dihubungkan dengan hormon ovarium, khususnya estrogen
o    Didasarkan atas adanya kemungkinan hiperpalsia endometrium bersama karsinoma dihubungkan dengan  pemakaian  estrogen lama.

2.    Faktor risiko
o    1. Nulipara
o    2. Infertilitas, riwayat haid ireguler
o    3. Menopause > 52 thn memiliki risiko  2,4 kali lebih besar dibandingkan menopause < 49 thn
o    4. Risiko lebih tinggi pada wanita gemuk
o    5. Keterpaparan estrogen jangka lama
o    6. Menopause dengan penggunaan terapi    pengganti estrogen tanpa progestin
o    7. Pemakaian anti estrogen Tamoxifen
o    8. Diabetes melitus

Faktor Resiko Kanker Endometrium
o    Obesitas          
Pada wanita obesitas dan usia tua terjadi peningkatan reaksi konversi androstenedion menjadi estron. Pada obesitas konversi ini ditemukan sebanyak 25-20 kali. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada kanker endometrium sebanyak 2 sampai 20 kali. Wanita dengan berat badan 10-25 Kg diatas berat badan normal menpunyai resiko 3 kali lipat dibanding dengan wanita dengan berat badan normal. Bila berat badan lebih dari 25 Kg diatas berat badan normal maka resiko menjadi 9 kali lipat.

o     Riwayat menars          
Wanita mempunyai riwayat menars sebelum usia 12 tahun mempunyai resiko 1,6 kali lebih tinggi daripada wanita yang mempunyai riwayat menars setelah usia lenih dari 12 tahun. Menstruation span merupakan metode numerik untuk menentukan faktor resiko dengan usia saat menarche, usia menopause dari jumlah paritas. Menstruasion span (MS) = usia menars – (jumlah paritas x1,5). Bila MS 39 maka resiko terkena kanker endometrium sebanyak 4,2 kali dibanding MS < 29.

o    Diabetes mellitus (DM)          
Diabetes melitus dan tes toleransi glukosa (TTG) abnorml merupakan faktor resiko keganasan endometrium. Angka kejadian diabetes melitus klinis pada penderita karsinoma endometrium berkisar antara 3-17%, sedangkan angka kejadian TTG yang abnormal berkisar antara 17-64%.

o    Hipertensi          
50% dari kasus endometrium menderita hipertensi dibandingkan dengan 1/3 populasi kontrol yang menderita penyakit tersebut, kejadian hipertensi pada keganasan endometrium menurut statistik lebih tinggi secara bermakna daripada populasi kontrol.

o    Riwayat infertilitas          
Resiko kanker endometrium lebih tinggi pada wanita nulipara, baik pada wanita yang tidak kawin maupun yang kawin. Dilaporkan bahwa 25% diantara penderita karsinoma adalah nulipara. Kelompok penderita karsinoma endometrium yang telah mempunyai anak, rata-rata pernah melahirkan 2,7 kali, sedangkan dari kelompok kontrol rata-rata pernah melahirkan 4,6 kali. Laporan lain menunjukkan bahwa faktor infertilitas lebih berperan daripada jumlah paritas.

o    Pemakaian estrogen          
Dewasa ini para wanita hidup lenih lama daripada organ-organ reproduksinya secara faal dan mempunyai harapan hidup 20-30 tahunlebih lama setelah menopause. Keadaan ini menyebabkan terjadinya peningkatan penjualan dan pemakaian preparat estrogen untuk pengobatan klimakterium diikuti dengan meningkatnya angka kejadian kanker endometrium. Resiko relatif meningkat menjadi 0,17-8,0 pada wanita yang menggunakan estrogen konjugasi, namun menurun bila dikombinasikan dengan progesteron menjadi 0,3%.

o    Hiperplasia endometrium
Secara histopatologik hiperplasia endometrium ditandai dengan adanya proliferasi yang berlebihan dari kelenjar dan stroma disertai dengan meningkatnya vaskularisasi dan sebukan sel limfosit. Penyebab dari hiperplasia endometrium adalah rangsangan salah satu unsur estrogen yang berlebihan dan terus-menerus. Terminologi neoplasia endometrium intraepitel ditunjukkan pada hiperplasia endometrium yang disertai sel-sel atipik. Resiko progresi menjadi kanker sebanyak 1,5% pada hiperplasia tanpa sel-sel atipik dan 23% pada hiperplasia yang diserti sel-sel atipik.

o    Faktor lingkungan           
Faktor lingkungan dan menu makanan juga mempengaruhi angka kejadian keganasan endometrium lenih tinggi daripada di ngara-negara yang sedang berkembang. Kejadian keganasan endometrium di Amerika Utara dan Eropa lebih tinggi daripada angka kejadian keganasan di Asia, Afrika dan Amerika latin. Agaknya perbedaan mil disebabkan perbedaan menu dan jenis makan sehari-hari dan juga terbukti dengan adanya perbedaan yang menyolok dari keganasan endometrium pada golongan kaya dan golongan miskin. Keadaan ini tampak pada orang-orang negro yang pindah dari daerah rural ke Amerika Utara. Hal yang sama juga terjadi pada orang-orang Asia yang pindah ke negara industri dan merubah menu makanannya dengan cara barat seperti misalnya di Manila dan Jepang, angka kejadian keganasan endometrium lebih tinggi daripada di negara-negara Asia lainnya.

3.    Klasifikasi,
Berdasarkan FIGO :
o    0 :  sangat dicurigai ganas secara histologis,tetapi belum dapat dipastikan
o    I  :  proses terbatas pada korpus uteri
o    IA : panjangnya </= 8 cm
o    IB : panjangnya > 8 cm
o    G1: diferensiasi sel baik
o    G2: terdapat bagian yang padat
o    G3: sebagian besar atau seluruhnya tidak berdiferensiasi
o    II  : proses sudah mencapai serviks uteri
o    III : proses sudah keluar dari uterus tetapi masih dalam panggul kecil
o    IV : proses sudah keluar dari panggul kecil atau sudah mencapai mukosa rektum/vesika urinaria
o  
4.    Gejala klinik
o    Perdarahan abnormal vagina  :
    perdarahan pasca menopause
    pada masa menstruasi
    perdarahan yang memanjang pada peri menopause atau pre menopause

•    Gejala dari hiperplasia endometrium, antara lain : siklus menstruasi tak teratur, tidak haid dalam jangka waktu lama (amenore) ataupun menstruasi terus-menerus dan banyak. Selain itu, akan sering mengalami plek bahkan muncul gangguan sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya.


5.    Pemeriksaan fisik
o    Terutama dilakukan pada :
    orang gemuk
    hipertensi
    wanita pasca menopause

6.    Pemeriksaan abdomen
o    Pada kasus lanjut, dapat ditemukan :
    asites
    hepar teraba
    hematometra
    massa midline

7.    Pemeriksaan ginekologik
o    Penting untuk mengamati vulva, vagina dan serviks untuk menyingkirkan adanya kemungkinan metastasis, atau penyebab lain dari perdarahan abnormal.
o    Pemeriksaan rektovaginal penting untuk evaluasi tuba fallopi, ovarium, cul de sac.

8.    Diagnosis
o    1. Pap smear
o    2. Biopsi endometrium
o    3. Dilatasi dan kuretasi (D&C)
o    4. Histereskopi
o    5. USG Transvaginal
o    6. Antigen Serum Kanker 125 (CA-125)

9.    Pola penyebaran
o    Meluas secara langsung ke struktur berdekatan
o    Pasase transtubal dari sel eksfoliatif
o    Penyebaran limfatik
o    Penyebaran hematogen

10.    Penanganan
o    Tergantung pada stadium klinik, luas penyebaran, diferensiasi sel serta derajat invasi tumor.
o    Stadium 0         :  Histerektomi total
o    Stadium IA - IB :  Histerektomi total + salpingoooforektomi bilateral
o    Stadium IC        :  Extended hysterectomy
o    Stadium IIA       :  Histerektomi radikal
o    Std I - IIA, bila diferensiasi jelek : operasi + kemoterapi/Radioterapi
o    Stadium IIB - IV
    diferensiasi baik   :  terapi   hormonal dengan depoprovera 900 - 1000 mg 2 kali seminggu selama 2 bulan.
    diferensiasi buruk :  kemoterapi atau radioterapi

11.    Prognosis
o    Lebih baik dibandingkan keganasan lain, karena bersifat indolen, perluasan dan penyebaran membutuhkan waktu lama

Polip endometrium
1.    Definisi
2.    Etiologi
3.    Patofisiologi
4.    Gambaran macros dan mikros
5.    Manifestasi klinis
6.    Diagnosis
7.    Penatalaksanaan
8.    Komplikasi
9.    prognosis
kelainan menstruasi =  buat grafik atas:  volume dan bawah : hari !!!!
menoragie : jumlah yang sangat banyak, terjadi dengan interval tidak pasti
metroragie
perdarahan ovulatorik
hipermenore
oligomenore
polimenore


Hipermenore
Hipermenore adalah perdarahan haid yang jumlahnya banyak, ganti pembalut 5-6 kali per hari, dan lamanya 6-7 hari. Penyebabnya adalah kelainan pada uterus (mioma, uterus hipoplasia atau infeksi genitalia interna), kelainan darah, dan gangguan fungsional. Keluhan pasien berupa haid yang banyak. Pada setiap wanita berusia 35 tahun harus dilakukan kuretase diagnostik untuk menyingkirkan keganasan.

Hipomenore
Hipomenore adalah perdarahan haid yang jumlahnya sedikit, ganti pembalut 1-2 kali per hari, dan lamanya 1-2 hari. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen & progesteron, stenosis himen, stenosis serviks uteri, sinekia uteri (sindrom Asherman). Sinekia uteri didiagnosis dengan histerogram atau histeroskopi.

Metroragia
Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen eksogen.

Menoragia
Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebabnya adalah kelainan pada uterus (mioma, uterus hipoplasia atau infeksi genitalia interna), kelainan darah, dan gangguan fungsional. Penyebab dan pengobatan kasus ini sama dengan hipermenorea.

Amenore
Bila tidak haid lebih dari 3 bulan baru dikatakan amenore, diluar amenore fisiologik. Penyebabnya dapat berupa gangguan di hipotalamus, hipofisis, ovarium (folikel), uterus (endometrium) dan vagina. Kasus-kasus yang harus dikirim ke dokter ahli adalah adanya tanda-tanda kelaki-lakian (maskulinisasi), adanya galaktorea, cacat bawaan, uji estrogen & progesteron yang negatif, adanya penyakit lain (tuberkulosis, penyakit hati, diabetes melitus, kanker), infertilitas atau stress berat.
STEP 4
STEP 5
STEP 6
STEP 7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails