Halaman

Rabu, 30 November 2011

Metode Penghitungan Hiss
Hiss yang sempurna, bila :
•    Kontraksi yang simetris
•    Kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di fundus uteri
•    Sesudah itu terjadi relaksasi.
Yang diukur dari Hiss, berupa kekuatan, frekuensi serta durasi. Pengukuran Hiss dilakukan setiap 10 menit. Normalnya terdapat 2 kontraksi setiap 40 detik.
Tiap Hiss dimulai sebagai gelombang dari pace maker. Gelombang bergerak kedalam dan kebawah dengan kecepatan 2 cm tiap detik sampai ke seluruh uterus. Nilai adekuat untuk tejadinya persalinan : amplitude x frekuensi Hiss dlm 10 menit.
( Ilmu Kebidanan, Sarwono Prawirohardjo, 2008 )
Bagaimana mengukur TFU
Diukur menggunakan pita pengukur, mulai dari puncak simfisis pubis ke puncak fundus uterus.
Jika fundus uteri > 2 cm dari yg diharapkan, pertimbangan gestasi kembar, bayi besar, cairan ekstraamniotik, atau mioma uteri. Jika tinggi < 4 cm, pertimbangkan missed abortion, posisi melintang, retardasi pertumbuhan atau kehamilan palsu.
( Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates )
Perdarahan Fisiologis
Pada kehamilan normal, perdarahan pada trimester pertama dapat merupakan hal fisiologis, yaitu tanda Hartman, perdarahan pervaginam akibat proses nidasi blastosis ke endometrium yang menyebabkan perlukaan. Ketika nidasi, trofoblas invasif akan menghancurkan sel desidua yg banyak pada endometrium fase sekretoris. Perdarahan berlangsung sebentar, sedikit, dan tidak membahayakan kehamilan.
Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. IV, cet.I, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
1.    Perdarahan Pervaginam
a.    Fisiologis
i.    Nidasi
Sel2 trofoblast  enzim proteolitik  mencerna dan mencairkan sel2 endometrium uterus  cairan dan nutrisi  transport ke blastokista
                   luka pada desidua  tanda Hartman
ii.    Persalinan
Menggunakan mekanisme umpan balik positif untuk memepertahankan kontraksi  oksitosin. Diperlukan juga peranan otot2 abdomen. Kontraksi persalinan bersifat intermitten.
( Fisiologi Guyton and Hall )
Plasenta Previa
Definisi
Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim.Plasenta yang ada di depan jalan lahir. (prae = di depan, vias = jalan), jadi yang di maksud adalah plasenta implantasinya tidak normal sehingga menutupi seluruh atau sebahagian jalan lahir (Ostium Uteri Internium).
Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. IV, cet.I, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
    Faktor resiko :
    Multiparitas dan umur lanjut ( >/ = 35 tahun).
    Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik dan inflamatorotik.
    Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC, Kuret, dll).
    Perokokàhipoksemia akbt COàplasenta hipertrofi(kompensasi)
    Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis.
    Klasifikasi
    Plasenta previa totalis à seluruh OUI ditutupi plasenta.
    Plasenta previa partialis à sebagian OUI ditutupi plasenta.
    Plasenta previa marginalis à tepinya berada pada pinggir OUI.
    Plasenta letak rendah à tepi bawah plasenta berada 2 cm dari OUI. >2cmànormal.
    
    Patofisiologi
    Usia kehamilan lanjut (trimester 3 atau lbh awal)àmulai terbentuk segmen bawah rahimàisthmus uteri mulai melebaràplasenta yg implantasi di situ akan mengalami laserasi akbt lepasnya desiduaàterjadi perdarahn dr sirkulasi maternal (ruangan intervillus dr plasenta)àsegmen bwh rahim dan serviks tdk mampu kontraksi (otot minimal)àperdarahan  dipermudah dan diperbanyak.
    Sifat perdarahan  unavoidable, painless , recurrent dan causeless bleeding
    Patofisiologi
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 miggu  segmen bawah uterus terbentuk, mulai melebar dan menipis. Umumnya terjadi pd trimester 3  uterus lebih banyak mengalami perubahan.
Pelebaran segmen bawah serviks  pembukaan serviks  sinus marginalis plasenta robek ( akibat letak abnormal ) plasenta lepas dr dinding uterus  perdarahan.
    Gambaran Klinik
    Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya berulang darah biasanya berwarna merah segar.
    Bagian terbawah janin tinggi (floating) di atas symphisis sering letak janin tidak memanjang.
    Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
    Palpasi abdomen tidak nyeri dan perut tidak tegang.
    Penatalaksanaan
    Penanganan plasenta previa Isteralis dan marginalia
    Lakukan amniotomi.
    Berikan oksitosin (pituitrin, pitosin, Sintosinon) tiap setengah 2,5 ¬satuan atau perinfus drips.
    Bila dengan amniotomi perdarahan belum berhenti, dilakukan cunam Willet Gausz atau versi Braxton Hicks.
    Bila semua ini belum berhasil untuk menghentikan perdarahan, bila janin masih hidup lakukan seksio sesarea.
    Pada plasenta previa lateralis posterior dan plasenta previa lateralis yang bagian besarnya menutupi ostium (grote lap), sering langsung, dilakukan seksio sesarea, karena secara anatomi dengan cara di atas perdarahan agak sukar dikontrol.
    Penanganan plasenta previa sentralis (totalis)
    Untuk menghindari perdarahan yang banyak, maka pada plasenta previa sentralis dengan janin hidup atau meninggal, tindakan yang paling baik adalah seksio sesarea.
    Walaupun tidak pernah dikerjakan lagi, namun untuk diketahui, pada janin mati, di daerah pedesaan dapat dilakukan penembusan plasenta, kemudian dilakukan cunam Willet Gausz atau versi Braxton-Hicks untuk melahirkan janin.
    Sumber : Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. editor : Dr. Delfi Lutan, DSOG. Synopsis Obstetri jilid 1. Edisi 2. EGC.
Solusio Plasenta
    Definisi
terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasi yang normal sebelum anak lahir.
    Klasifikasi
    Menurut  derajat lepasnya :
    Ruptura sinus marginalis à pinggirnya saja
    Solusio plasenta parsialis àlebih luas
    Solusio plasenta totalis àseluruhnya
    Menurut perdarahan yang terjadi
    Revealed hemorrhage àdarah keluar
    Concealed hemorrhage àdarah tidak keluar
    Menurut gambaran klinis
    Ringan : bagian yang terlepas <1/4 bagian
    Sedang : >1/4 bagian dan <2/3 bagian
    Berat: >2/3 bagian
    Etiologi
    Belum diketahui secara jelas tapi pada kenyataannya bisa terjadi pada :
    Trauma (kecelakaan, trauma pada uterus, trauma tumpul dll) à perdarahan terjadi dari pembuluh darah plasenta/uterus yang membentuk hematom pada desidua sehingga plasenta terdesak dan akhirnya lepas
    Hipertensi, preeklamsi à adanya tekanan pada a.hipogastrica inferior
    Tali pusat yang pendek
    Multigravida à ok uterus sudah banyak sikatrik sehingga plasenta menempel kurang kuat
    Patofisiologi
    Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya.
    Sebelum ini menjadi nekrotis, spasme hilang dan darah kembali mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuh serta mudah pecah, sehingga terjadi hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta rahim.
    Darah yang terkumpul di belakang plasenta disebut hematoma retroplasenter
    Sumber : Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. editor : Dr. Delfi Lutan, DSOG. Synopsis Obstetri. Edisi 2. EGC.
•    Patofisiologi
Perdarahan dalam desidua basalis  meninggalkan lapisan tipis yg melekat pada miometrium  hematoma desidual  pelepasan, kompresi, penghancuran plasenta di dekatnya.
Apabila rupture arteri spiralis  putusnya lebih banyak pembuluh darah  pelepasan plasenta semakin luas dan mencapai tepi plasenta.
Karena adanya janin  uterus tetap terdistensi  tidak bisa kontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah  darah mengalir keluar  dapat melepaskan selaput ketuban.
( Kapsel, Jilid 1 Edisi 3 )
    Gambaran klinik
    Solusio plasenta ringan :
    Tidak mempengaruhi keadaan ibu maupun janin (janin masih bisa hidup)
    Darahnya berwarna kehitam-hitaman, berbeda dengan plasenta previa yang berwarna merah segar
    Perut terasa agak sakit dan terus menerus agak tegang
    Perlu diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang berlangsung terus
    Lakukan pemeriksaan USG
    Solusio plasenta sedang
    Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan perdarahan pervaginam
    Perdarahan per vaginam nampak sedikit, namun biasanya ibu telah jatuh pada keadaan syok, demikian janin dalam keadaan gawat
    Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba
    Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar kecuali dengan stetoskop ultrasonik
    Solusio plasenta berat
    Terjadinya tiba-tiba
    Biasanya ibu telah jatuh ke dalam syok dan bayinya telah meninggal
    Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri
    Perdarahan per vaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya à karena darah terkumpul didalam
    Synopsis Obstetri. Edisi 2. EGC.
    Dignosis
    Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas, perdarahan antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis baru kita tegakkan setelah anak lahir. Pada plasenta kita dapati koagulum-koagulum darah
    Pada keadaan yang agak berat :
    Anamnesis :
    Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut; kadang-kadang pasien bisa menlokalisir tempat mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas
    Perdarahan pervagina yang sifatnya bisa hebat terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah
    Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi)
    Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar
    Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal
    Inspeksi :
    Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan
    Pucat, sianosis, keringat dingin
    Kelihatan darah keluar pervagina
    Palpasi :
    Fundus uteri bertambah naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan
    Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his
    Nyeri tekan terutama di tempat-tempat plasenta tadi terlepas
    Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang
    Auskultasi :
    Sulit, karena uterus tegang. Bila DJJ terdengar biasanya diatas 140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga
    Pemeriksaan dalam :
    Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup
    Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun diluar his
    Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta dapat teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa
    Pemeriksaan umum :
    Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok
    Nadi cepat, kecil dan filiformis
    Pemeriksaan laboratorium :
    Urin : albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan leukosit
    Darah : hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalu bisa cross match test
    Pemeriksaan plasenta :
    Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma
    Sumber : Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. editor : Dr. Delfi Lutan, DSOG. Synopsis Obstetri. Edisi 2. EGC.
    Komplikasi
    Langsung (immediate) : perdarahan, infeksi, emboli dan syok obstetrik
    Tidak langsung (delayed) : couvelair uterus, sehingga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan postpartum; a/hipo-fibrinogenemia dengan perdarahan postpartum; nekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan uremia; kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis, dll
    Sumber : Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. editor : Dr. Delfi Lutan, DSOG. Synopsis Obstetri. Edisi 2. EGC.
Abortus
    Definisi
    pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram
Keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri diluar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 gr, atau usia kehamilan < 28 minggu.
( Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi 2, EGC )
•    Etiologi
o    Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
o    Kelainan pada plasenta
o    Factor maternal  pneumonia, toksoplasmosis, dll
o    Kelainan traktus genital  inkompetensi serviks ( untuk abortus pada trimester kedua, retroversi uter, mioma uteri, dll
    Klasifikasi
    Abortus imminens (Threatened Abortion) merupakan ancaman terjadinya abortusyang ditandai dengan rasa mules/sakit pada daerah perut bawah atau terdapat fluksus sedikit dengan keadaan mulut rahim masih tertutup. Besar rahim masih sesuai dengan umur kehamilan. Kejadian ini dapat berlangsung antara 30 sampai 40 % dari seluruh kehamilan.
    Abortus inkompletus terjadi apabila abortus ini telah mengeluarkan sebagian dari hasil konsepsi sedangkan sisanya masih berada intraauterin.
    Abortus insipiens (Inevitable abortion) terjadi apabila telah ada pembukaan serviks uterus tetapi jaringan fetus maupun jaringan plasenta masih intrauterin.
    Abortus spontan berulang (abortus habitualis)apabila terjadi abortus berturut-turut sebanyak 3 kali atau lebih pada umur kehamilan kurang dari 22 minggu.
    Missed Abortion : keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih
    Abortus Infeksiosus : keguguran yang disertai infeksi genital
    Abortus Septic : kegugran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
    Kehamilan Anembrionik : kehamilan patologik dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk.
Ilmu Kedokteran Feto Maternal
    Penatalaksanaan
    Abortus kompletusà hanya dengan uterotonika
    Abortus inkompletusà tanda2 syok diatasi dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Keluarkan jaringan secepat mungkindengan metode digital dan kuretase. Setelah itu diberi obat2an uterotonika dan antibiotic
    Abortus insipiensà tanda2 syok diatasi dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Keluarkan jaringan secepat mungkindengan metode digital dan kuretase. Setelah itu diberi obat2an uterotonika dan antibiotic
    Abortus iminensà pemberian obat hormonal dan antispasmodic serta istirahat untuk mencegah keluarnya fetus. Jika perdarahan dalam beberapa minggu masih ada, tentukan apakah kehamilan masih baik atau tidak. Kalau reaksi kehamilan 2 kali berturut2 negatif, maka sebaiknya uterus dikosongkan (kuret)
    Missed abortionà obat uterotonika, kuretase, antibiotic
    Abortus habitualà pengobatan pada kelainan endometrium lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Kurangi atau hentikan merokok dan minum alcohol. Pada serviks inkompetenà operasi
    Abortus infeksious dan septic
    Bila perdarahan banyakà transfuse darah dan cairan yang cukup
    Obat antibiotic yang cukup dan tepat
    Suntikan Penisilin 1 juta satuan tiap 6 jam
    Suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam
    24-48 jam setelah dilindungi dengan antibiotic, dan masih terjadi perdarahan hebatà dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi
    Infus dan pemberian antibiotic diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita
    Pada abortus septic terapi sama saja, hanya dosis dan jenis antibiotic ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman
    Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan; dilakukan bila keadaan umum membaik dan panas mereda
    Sumber : Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. editor : Dr. Delfi Lutan, DSOG. Synopsis Obstetri jilid 1. Edisi 2. EGC.
•    Komplikasi abortus
o    perdarahan (hemorrhage)
o    perforasi: sering terjadi sewaktu dilatasi & kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli seperti bidan & dukun.
o    Infeksi dan tetanus
o    Payah ginjal akut
o    Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh : (a) perdarahan yang banyak  syok hemoragik, (b) infeksi berat / sepsis  syok septic/endoseptik.
( Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi 2, EGC )
•    Patogenesis
Perdarahan desidua basalis  nekrosis jaringan sekitar  hasil konsepsi lepas  benda asing dalam uterus  kontraksi untuk mengeluarkan benda asing  abortus.
KET
    Definisi
    Kehamilan, dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri
    Sumber : Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. editor : Dr. Delfi Lutan, DSOG. Synopsis Obstetri. Edisi 2. EGC
    Etiologi
    Factor tuba yaitu salpingitis, perlekatan tuba, kelainan congenital tuba, pembedahan sebelumnya, endometriosis, tumor yang mengubah bentuk tuba, dan kehamilan ektopik sebelumnya.
    Kelainan zigot yaitu kelainan kromoson dan malformasi
    Factor ovarium yaitu migrasi luar ovum (perjalanan ovum dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya), pembesaran ovarium.
    Penggunaan hormone estrogen seperti pada kontrasepsi oral
    Factor lain antara lain aborsi tuba dan pemakaian IUD
    KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN EDISI 3 JILID 1 fkui
    Perdarahan pada KET
    Krn pembukaan pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi àpars ampularis
    Pars istmusàinvasi tuba sampai pritoneumàdarah keluar dan jg di cavum douglas
    Mengapa Intraabdominal
    Berdasar etiologinya kehamilan abdominal terbagi dua, yaitu:
    (1) Kehamilan abdominal primer; Terjadi apabila ovum difertilisasi dan berimplantasi langsung di kavum abdomen. Studdiford (1942) membuat suatu kriteria untuk memastikan kehamilan abdominal primer, yaitu tuba dan ovum normal tanpa dijumpai bekas trauma, tidak dijumpai adanya fistula uteroplasenta, dan hasil konsepsi benar-benar murni melengket di permukaaan peritoneal.
    (2) Kehamilan abdominal sekunder; Ini terjadi bila fetus keluar dari tempat inplantasi primernya melalui suatu robekan ataupun melalui ujung fimbria dan berimplantasi di kavum abdomen.
Obstetri Williams (Williams Obstetrics). Edisi ke-18
    Gonadotropin korionik (hCG Urin)
Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi dengan sensitivitas untuk gonadotropin korionik dalam kisaran 500 sampai 800 mlU/ml. Kemungkinan bernilai positif pada kehamilan ektopik hanya sampai 50-60%. Kalaupun digunakan tes jenis tabung, dengan gonadotropin korionik berkisar antara 150-250 mlU/ml, dan tes ini positif pada 80-85% kehamilan ektopik. Tes yang menggunakan ELISA (Enzyme-Linked Immunoabsorbent Assays) sensitif untuk kadar 10-50 mlU/ml dan positif pada 95% kehamilan ektopik.
    β-hCG serum
Pengukuran kadar β-hCG secara kuantitatif adalah standar diagnostik untuk mendiagnosa kehamilan ektopik. Pada kehamilan normal intrauterin, kadar β-hCG serum naik 2 kali lipat tiap 2 hari selama kehamilan. Peningkatan kadar β-hCG serum kurang dari 66% menandakan suatu kehamilan intrauterin abnormal atau kehamilan ektopik. Pemeriksaan β-hCG serum secara berkala perlu dilakukan untuk membedakan suatu kehamilan normal atau tidak dan memantau resolusi kehamilan ektopik setelah terapi.
    www.fkumycase.net
Mola Hidatidosa
    Definisi
    Kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan seluruh vili korialis mengalami perubahan hidropik (complete mole), bila disertai janin atau bagian dari janin (partial mole)
Ilmu Kebidanan, edisi 3, 2007
    Perdarahan pada mola hidatidosa
    Proliferasi dari sel trofoblas tapi tidak ada pembuluh darah dalam vili
    Etiologi
    Idiopatik
    Faktor ovumà sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
    Imunoselektif dari trofoblas
    Keadaan sosioekonomi yang rendah
    Paritas tinggi
    Kekurangan protein
    Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
    Sumber : Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. editor : Dr. Delfi Lutan, DSOG. Synopsis Obstetri jilid 1. Edisi 2. EGC.
Ruptura Uteri
    Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
    Ruptur Uteri Kompleta
    Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis.
    Ruptur Uteri Inkompleta
    Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.
    Menurut etiologinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
    Ruptur Uteri Spontanea
    Berdasarkan etiologinya, ruptur uteri spontanea dapat dibedakan lagi menjadi:
    a). Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC, miomektomi, perforasi waktu kuretase.
    b). Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul  sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM. Selain itu karena adanya tumor pada jalan lahir.
    Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails