Halaman

Kamis, 26 April 2012

LBM 2 MODUL JIWA & PERILAKU


LBM 2
MODUL JIWA & PERILAKU
STEP 1
  1. Afektif                                  : Emosi yang bisa diobservasi (bisa dilihat: inappropriate, tumpul datar, labil). Emosi merupakan perasaan dan tingkah laku yang kompleks,berhubungan dengan afek dan mood.
  2. Sindrom depresi (F32)   : suatu gangguan mood (keadaan emosional interna yang meresap dalam dirinya, bukan suatu afek??)yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan subjektif adanya penderitaan yang berat.
  3. 3.       Amitriptilin                        : termasuk antidepresan golongan trisiklik; merupakan jenis obat yang bekerja pada sel2 saraf di otak (menghambat reuptake neurotransmitter). Biasanya digunakan pada fase depresi. 
STEP 2
  1. 1.       Perubahan apa saja yang terjadi dalam gangguan mood(biologis dan non-biologis)?
  2. 2.       Apa saja yang termasuk gangguan perasaan?
  3. 3.       Mengapa pasien merasa sedih, kehilangan minat, kurang semangat, serta tidurnya terganggu, selama 1 bulan? (umur 23th)
  4. 4.       Bagaimana hubungan semua keadaan pasien dengan penurunan GAF?
  5. 5.       Mengapa diberikan Amitriptilin dan bagaimana cara pemberian yang baik?
  6. Apa hubungan keadaan pasien dengan percobaan bunuh diri?
STEP 3
  1. 1.       Perubahan apa saja yang terjadi dalam gangguan mood(biologis dan non-biologis)?
    1. Perubahan emosional -->peningkatan iritabilitas, perubahan yang signifikan dari mood pasien tsb
    2. Gangguan motivasi --> Menurunnya tingkat partisipasi sosial, menurunnya minat sex
    3. Perubahan fungsi dan perilaku motorik --> perubahan dalam perilaku makan, pendiam, banyak bicara
    4. Perubahan kognitif --> kurang konsentrasi, selalu berfikir suram (psimis)

Gangguan mood akan mengganggu kognisi dan pembicaraan, vegetatif (tidur, makan, sex), interpersonal, sosial dan pekerjaan

  • Amin biogenik : kelompok neurotransmitter (norepinefrin (yang dihasilkan oleh dopa menurun) serotonin(terjadi penurunan khususnya di sistem limbik(pusat emosi)àkeinginan bunuh diri), GABA, dopamin(turunàdepresi, naik--> mania)) jalur mesokortikal
  • Genetik
  • Kepribadian pramorbid
  • Psikososial

ü  Psikososial+genetik -->  mempengaruhi biologis (neurotransmitter)àg3 mood. Contoh??
ü  Adanya keterkaitan antara faktor biologis+psikososia--> mempengaruhi ekspresi gen
ü  Biologis+genetik--> mempengaruhi respon seseorang thd stressor
reseptor alfa 2  hanya untuk kelompok amin/ada yang lain??
Reseptor alfa 2/ beta 2??
  1. 2.       Apa saja yang termasuk gangguan perasaan?
Definisi
Etiologi
Klasifikasi (+gejala, diagnosis, penatalaksanaan masing-masing)
  1. a.       F30 Mania
Saat ini dalam keadaan mania, sebelum dan sesudahnya tidak ada
  1. b.      F31 Gangguan afektif bipolar
Sebelumnya sudah menglami g3 afektif dulu
  1. c.       F32 Gangguan episode depresi
Pasien menglami susana perasaan yang sangat depresif, kehilangan minat dan kegembiraan
  1. d.      F33 Gangguan depresi berulang
Episode berulang dari depresi, biasanya ada jeda antara 2 serangan
  1. e.      F34 Gangguan perasaan mood menetap
Gangguan suasana perasaan yang berfluktuasi dan menetap
  1. f.        F38 Gangguan perasaan lainnya
  2.  g.       F39 Gangguan perasaan YTT
Klasifikasi Berdasarkan DSM IV
  1. a.       Utama
ü  Depresi berat
Hilangnya kendali perasaan, pengalaman subjektif turun.
F32.3 Dengan psikotik --> Disertai waham(merasa berdosa, ancaman), halusinasi (auditorik, olfaktorik)
ü  Gangguan bipolar
Mania-depresi -->  gabungan mania dengan depresi
Hipomania-depresi --> cenderung ke depresi

  1. b.      Tambahan
ü  Gangguan siklotimik
Depresi ringan, hipomania ringan lama dan tidak menetap (anak-->1th, dewasa-->selama 2th)
ü  Gangguan distimik
F34.1 depresi sangat lama tetapi tidak memenuhi kriteria depresi sedang-ringan. Bisa menetap 2th (pada anak dan dewasa). Pada usia lanjut masuk F32
ü  Gangguan yang berhubungan dengan sindrom depresi
Depresi ringan sedang
Depresi ringan recurren
Depresi pra menstrual
ü  Gangguan mood karena kondisi medis umum
Pada saat sakit mood berubah
ü  Gangguan akibat zat
Akibat Alkohol dan zat psikoaktif
ü  Gangguan tak ditentukan


Mania                  : terjadi peningkatan jumlah dan jenis aktivitas, kurang tidur, hiperoptimis, mulai timbul waham kebesaran, bicara berlebihan.
Trias mania --> flight of idea, euforia, reaksi emosional labil, sikap berubah2, tingkah laku perspektif. Gejala lain: bangga pada diri sendiri, waham kebesaran, sombong
Hipomania         : afek meninggi tetapi tidak setinggi mania
DEPRESI
ü  Gejala umum
  • Hilangnya minat dan kegembiraan
  • Ditemukan afek depresi
  • Energi menurun dan mudah lelah 
ü  Gejala tambahan
  • Hilang komunikasi
  • Hilangnya harga diri
  • Merasa bersalah dan berdosa
  • Memiliki pandangan masa depan suram
  • Gangguan tidur
  • Nafsu makan turun
  • Keinginan bunuh diri

Penatalaksanaan
      Tujuan terapi : keamanan pasien, pemeriksaan diagnosis, rencana pengobatan, kesehatan pasien
      Pemberian antidepressan : misalnya amitriptilin (lebih responsif kepada), tetapi tidak boleh diberikan pada pasien dengan skizofrenia, aritmia jantung, peka terhadap trisiklik.
  • Trisiklik                 : amitriptilin (utama), imipramin, clomipramin, teaneptine, apipramol
  • Tetrasiklik            : amoxapine, mianserin, maprotilin,
  • Maoi (monoamine oxyde inhibitor): maklobemit
  • Selective serotonin Reuptake inhibitor : sertalin, parakcetin, fufloksamine,
  • Atipikal antidepresan     : trazodone, mektazapine
  1. 3.       Mengapa pasien merasa sedih, kehilangan minat, kurang semangat, serta tidurnya terganggu, selama 1 bulan? (umur 23th)
-          Stressor -->respon terhadap stressor-->menekan kortikal -->amin biogenik --> terjadi penurunan norepinefrin, serotonin --> merasa sedih, kehilangan minatdan kebaahagiaan, kurang semangat
-          Serotonin -->merangsang faktor pembentukan tidur -->menurun --> gangguan tidur
  1. 4.       Bagaimana hubungan semua keadaan pasien dengan penurunan GAF?
Ada percobaan bunuh diri, kemungkinan GAF 20-11.
  1. 5.       Mengapa diberikan Amitriptilin dan bagaimana cara pemberian yang baik?
Karena pasien berada pada episode depresi (serotonin menurun)sehingga diberikan amitriptilin untuk menghambat reuptake serotonin dan menghambat penghancuran neurotransmitter aminergik.
            










    Proses fisiologis sinaps (GAMBAR)
    




 Neurotransmitter (produksi-penghancuran)









STEP 7
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan.Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri. Secara global, lima puluh persen dari penderita depresi berpikiran untuk bunuh diri, tetapi yang akhirnya mengakhiri hidupnya ada lima belas persen. Selain itu, depresi yang berat juga menimbulkan munculnya berbagai penyakit fisik, seperti gangguan pencernaan (gastritis), asma, gangguan pada pembuluh darah (kardiovaskular), serta menurunkan produktivitas. Sejak depresi sering didiagnosis, WHO memperkirakan depresi akan menjadi penyebab utama masalah penyakit dunia pada tahun 2020 (Sianturi, 2006).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat depresi adalah gangguan mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di muka bumi ini menderita depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-laki dan 9,5 persen perempuan, dan hanya sekitar 30 persen penderita depresi yang benar-benar mendapatkan pengobatan yang cukup, sekalipun telah tersedia teknologi pengobatan depresi yang efektif. Ironisnya, mereka yang menderita depresi berada dalam usia produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun. Tidaklah mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait dengan depresi (Sianturi, 2006).
Sekitar 15 persen penduduk di Indonesia diketahui mengalami depresi yang disebabkan tekanan hidup yang semakin berat. Hal ini disampaikan Ketua Komite Medik RS Jiwa Dr.Soeharto Heradjan, Jakarta, Dr. Gerald Mario Semen SpKJ di sela pelatihan 140an orang dokter umum dari seluruh puskesmas di Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian sebanyak 15 persen dari populasi masyarakat Indonesia yang mengalami depresi - gangguan jiwa ringan. Belum termasuk gangguan jiwa lainnya. Direktur RSJ Mataram Dr.Elly Rosila Wijaya menyebutkan 50 persen penderita gangguan jiwa melakukan usaha bunuh diri dan 10-15 persen pasien tersebut meninggal akibat bunuh diri. ‘’Pasien dapat teragitasi dan pengendalian impuls yang rendah jika mereka sakit,’’ ucapnya (Khafid, 2008)
Depresi sering dianggap hal yang sepele oleh sebagian besar masyarakat. Tetapi, jika depresi ringan tidak segera ditanggulangi, akhirnya akan menjadi depresi berat. Bila tidak diberikan terapi dengan baik, akan membahayakan individu yang mengalami depresi tersebut.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah seminar klinis dengan memfokuskan pada kasus depresi.










ISI
A.    DEFINISI
            Sebelum menjelaskan tentang defenisi depresi akan lebih baik jika  membuat parameter yang jelasa antara depresi, kecemasan dan stres. Agar perbedaan antara depresi, stres dan depresi bisa jelas serta tidak komorbid.
            Stres (Sriati, 2008) menjelaskan bahwa stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distress dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang.
            Sedangkan untuk kecemasan, menurut Lazarus (Trismiati, 2004) konsep kecemasan memegang peranan yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stres dan penyesuaian diri. Kecemasan (Trismiati, 2008) adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran, dan juga ditandai dengan aktifnya system saraf pusat.
             Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif (Nevid dkk, 2005)
            Depresi adalah gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap stressor)  dengan kondisi mood yang menurun (Wenar & Kerig, 2000).
            Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu gangguan depresi (www.id.wikipedia.org).
            Depresi Mayor adalah suatu gangguan mood yang parah yang ditandai oleh episode-episode depresi mayor, individu mengalami salah satu diantara mood depresi (merasa sedih, putus asa, terpuruk) atau kehilangan minat atau rasa senang dalam semua atau berbagai aktivitas untuk periode waktu paling sedikit 2 minggu (Nevid dkk, 2005).
            Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih symptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau ketidaksenangan pada anak-anak (Wenar & Kerig, 2000).
            Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria DSM-IV-TR, dalam Durand dan Barlow (2006), adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung apling tidak dua minggu dan meliputi gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan yang signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar.
            Dari beragam definisi tentang depresi, penulis cenderung menyepakati definisi yang dibuat oleh Nevid (2005) yang mengemukakan bahwa depresi merupakan gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif.

B.     SEBAB-SEBAB
1.      Biologis
Suatu bidang pengetahuan yang semakin berkembang mengimplikasikan faktor-faktor genetis pada gangguan mood. Kita mengetahui bahwa gangguan mood, termasuk depresi mayor dan gangguan bipolar cenderung menurun pada keluarga. Namun, bukti yang mengacu pada suatu dasar genetis untuk gangguan mood berasal dari penelitian-penelitian yang menunjukkan bahwa semakin dekat hubungan genetis yang dibagi seseorang dengan orang lain yang menderita suatu gangguan mood mayor (depresi mayor atau ganguan bipolar), semakin besar kecenderungan bahwa orang tersebut juga akan menderita suatu gangguan mood mayor (Nevid dkk, 2005).
Penelitian awal mengenai dasar penyebab biologis dari depresi berfokus pada berkurangnya tingkat neurotransmiter dalam otak, pada tahun 1950-an. Penemuan yang dilaporkan pada masa itu adalah pasien hipertensi (tekanan darah tinggi) yang meminum obat reserpine sering menjadi depresi. Reserpine menurunkan suplai dari berbagai neurotransmiter di dalam otak, termasuk norepinephrine dan serotonin. Kemudian muncul penemuan bahwa obat-obatan yang menaikkan tingkat neurotransmiter seperti norepinephrine dan serotonin di otak dapat mengurangi depresi (Nevid dkk, 2005).
Metode lain dari penelitian berfokus pada kemungkinan abnormalitas dalam korteks prafrontal (preforontal cortex), area dari lobus frontal yang terletak di depan area motorik. Peneliti menemukan bukti dari aktivitas metabolism yang lebih rendah dan ukuran korteks prefrontal yang lebih kecil pada diri orang yang secara klinis mengidap depresi bila dibandingkan dengan kelompok kontrol yang sehat. Korteks prefrontal terlibat dalam pengaturan neurotransmiter yang dipercaya terlibat dalam gangguan mood, termasuk serotonin dan norepinephrine, sehingga tidak mengagetkan bila bukti menunjukkan ketidakteraturan pada bagian otak ini (Nevid dkk, 2005).

2.      Psikologis
a.       Faktor kepribadian premorbid. Tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat mengalami depresi, walaupun tipe-tipe kepribadian seperti oral dependen, obsesi kompulsif, histerik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya
b.      Kehilangan harga diri. Depresi sebagai suatu efek yang dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa
c.       Teori kognitif menurut A.T. Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada depresi. Beck mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai triad kognitif, yaitu pandangan negatif terhadap masa depan, pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga,  pandangan negatif terhadap pengalaman hidup (Durand dan Barlow, 2006).
d.      Learned Helplessness. Teori Seligman mengatakan bahwa orang menjadi cemas dan depresi ketika membuat atribusi bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas stres dalam kehidupannya baik sesuai kenyataan maupun tidak (Durand dan Barlow, 2006).

3.      Sosial
Peristiwa hidup yang penuh tekanan, seperti kehilangan seseorang yang dicintai atau lama menganggur. Kurangnya reinforcement. Interaksi yang negatif dengan orang lain menghasilkan penolakan. Selain hal tersebut ada beberapa hal yang dapat memicu terjadinya depresi yaitu hubungan perkawinan yang tidak memuaskan, kurangnya dukungan sosial dari orang-orang terdekat (Durand dan Barlow, 2006).

4.      Spiritual
Depresi dapat terjadi karena rendahnya kadar kagamaan dalam diri seseorang. Orang yang kadar imannya atau ketakwaannya rendah, cenderung lebih mungkin menderita depresi karena kurangnya pegangan hidup. Tanpa pegangan hidup yang berupa kaidah-kaidah keagamaan, kehidupan seseorang akan terombang ambing tak menentu, dan dapat mengakibatkan kekurang-mampuan dalam menghadapi tantangan, sehingga dapat menimbulkan depresi. Sebab-sebab yang di kemukakan di atas saling berkaitan satu dengan lainnya, dan semuanya bermuara pada diri individu masing-masing (Sivalintar, sivalintar.tripod.com/sebab_depresi.html).
C.    PERSPEKTIF ALIRAN-ALIRAN
1.      Psikodinamika
            Teori psikodinamika klasik mengenai depresi dari Freud dan para pengikutnya meyakini bahwa depresi mewakili kemarahan yang diarahkan ke dalam diri sendiri dan bukan terhadap orang-orang yang dikasihi. Rasa marah dapat diarahkan kepada self setelah mengalami kehilangan yang sebenarnya atau ancaman kehilangan dari orang-orang yang dianggap penting ini (Nevid dkk, 2005).
            Menurut pandangan ini, gangguan bipolar mewakili dominansi yang berubah-ubah dari kepribadian individu antara ego dan superego. Dalam fase depresi, superego  adalah dominan, memproduksi kesadaran yang berlebihan atas kesalahan-kesalahan dan membanjiri individu dengan perasaan bersalah dan ketidakberhargaan (Nevid dkk, 2005).
            Model psikodinamika terbaru lebih terfokus pada isu-isu yang berhubungan dengan perasaan individual akan self-worth atau self-esteem. Suatu model, yang disebut model self-focusing, mempertimbangkan bagaimana mengalokasikan proses atensi mereka setelah suatu kehilangan (kematian orang yang dicintai, kegagalan personal, dll). Menurut model ini, orang yang mudah terkena depresi mengalami suatu periode self-examination (self-focusing) yang intens setelah terjadinya suatu kehilangan atau kekecewaan yang besar. Mereka menjadi terpaku pada pikiran-pikiran mengenai objek atau tujuan penting yang hilang dan tetaap tidak dapat merelakan harapan akan entah bagaimana cara mendapatkannya kembali (Nevid dkk, 2005).
2.      Humanistik
Menurut kerangka kerja humanistik, orang menjadi depresi saat mereka tidak dapat mengisi keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat membuat pilihan-pilihan autentik yang menghasilkan self-fulfillment. Kemudian dunia dianggap menjadi tempat yang menjemukkan. Pencarian orang akan makna memberikan warna dan arti bagi kehidupan mereka. Perasaan bersalah dapat timbul saat orang percaya bahwa mereka tidak membangkitakn potensi-potensi mereka. Mereka dapat meningkatkan suatu perasaan suram yang terekspresikan dalam perilaku depresi – kelelahan, mood yang murung, dan menarik diri (Nevid dkk, 2005).
Humanistik juga berfokus pada hilangnya self-esteem yang dapat muncul saat orangg kehilangan teman atau anggota keluarga, ataupun mengalami kemunduran atau kehilangan dalam pekerjaan. Depresi adalah konsekuensi yang sering terjadi dari kehilangan seperti itu, terutama jika kita mendasarkan self-esteem kita pada peran pekerjaan atau kesuksesan (Nevid dkk, 2005).
3.      Behavioristik
            Dalam perspektif teori belajar lebih kepada faktor-faktor situasional, seperti kehilangan reinforcement positif. Kita memiliki kinerja terbaik saat tingkat reinforcement sepadan dengan usaha kita. Perubahan pada frekuensi atau efektivitas reinforcement dapat mengubah keseimbangan sehingga kehidupan menjadi tidak berharga. Saat reinforcement berkurang, orang akan merasa tidak termotivasi dan depresi, yang dapat menyebabkan ketidakaktifan dan nantinya semakin mengurangi kesempatan untuk mendapatkan reinforcement (Nevid dkk, 2005)
4.      Kognitif
            Model kognitif Beck berfokus pada peran berpikir yang negatif atau terdistorsi dalam depresi. Orang yang rentan mengalami depresi memegang keyakinan yang negatif terhadap dirinya sendiri, lingkungan, dan masa depan. Segi tiga kognitif dari depresi ini menghasilkan kesalahann tertentu dalam berpikir, atau distorsi kognitif, dalam berespons pada peristiwa negatif, yang pada gilirannya akan menyebabkan depresi (Nevid dkk, 2005).
5.      Learned Helplessness (teori ketidakberdayaan)
Model ketidakberdayaan yang dipelajari didasarkan pada keyakinan bahwa orang dapat menjadi depresi saat mereka mulai memandang dirinya sendiri sebagai tidak berdaya untuk mengontrol reinforcement yang terdapat dalam lingkungan mereka atau untuk mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Suatu versi yang diformulasikan kembali dari teri tersebut menganggap bahwa cara di mana seseorang menjelaskan suatu peristiwa –atribusi mereka- menentukan kerentanannya terhadap depresi dalam menghadapi peristiwa yang negatif (Nevid dkk, 2005).

D.    GEJALA
Berdasarkan DSM IV-TR gejala depresi adalah sebagai berikut :
1.      Lima (atau lebih) gejala berikut diteruskan selama periode 2 minggu yang sama dan menunjukkan suatu perubahan dari fungsi sebelumnya; paling kurang satu gejala dari salah satu mood depresi atau dua kehilangan minat atau kesenangan.
Catatan : jangan masukkan gejala yang jelas disebabkan oleh suatu kondisi medis umum atau waham atau halusinasi yang sesuai mood.
a.       Mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari seperti yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya, perasaan sedih atau kosong) maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, tampak sedih).
Catatan : pada anak-anak dan remaja dapat berupa mood yang iritabel (mudah kesal).
b.      Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir semua, aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain).
c.       Penurunan berat badan yang bermakna jika tidak melakukan diet atau penambahan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5% sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
Catatan : Pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai peningkatan berat badan yang diharapkan.
d.      Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
e.       Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif tentang adanya kegelisahan atau menjadi lamban).
f.       Kelelahan atau kehilangan tenaga hampir setiap hari.
g.      Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan yang tidak sesuai (yang dapat berupa waham) hampir setiap hari (bukan hanya menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit).
h.      Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau keragu-raguan, hampir setiap hari (baik oleh laporan subjektif maupun yang diamati oleh orang lain).
i.        Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya ketakutan akan kematian), ide bunuh diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik, atau percobaan bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diri.
2.      Gejala tidak memenuhi kriteria Episode Campuran.
3.      Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi bidang penting lainnya.
4.      Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya, hipotirodisme).
5.      Gejala tidak lebih baik dijelaskan oleh berduka yaitu setelah kehilangan orang yang dicintai, gejala menetap lebih lama dari 2 bulan atau ditandai oleh gangguan fungsional yang nyata, preokupasi morbid dengan perasaan tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.

E.     ONSET
Onset seseorang untuk menderita depresi pada populasi umum berkisar antara umur 20 dan 40 tahun (dewasa muda), sedangkan DSM-IV menyatakan bahwa usia rerata onset depresi pada populasi umum adalah pertengahan 20-an (Kandouw, dkk, 2007).
Dalam Durand dan Barlow (2006), umur rata-rata onset gangguan depresi berat adalah 25 tahun di dalam komunitas sampel subjek yang tidak menerima penanganan dan 29 tahun untuk pasien-pasien yang menerima penanganan. Tetapi, menurut Kessler dan kawan-kawan (2003) dalam Duran dan Barlow (2006) umur rata-rata onset ini tampak cenderung menurun.

F.     PREVALENSI
            Prevalensi seumur hidup dari gangguan depresi dalam Durand dan Barlow (2006) adalah sebagai berikut :
Umur
Prosentase
18-29
30-44
45-64
65+

5,0
7,5
4,0
1,4
Jenis Kelamin
Prosentase
Laki-laki
Perempuan

2,6
7,0
Umur
Prosentase
Kulit putih
Kulit hitam                    
Hispanik
5,1
3,1
4,4
Total
4,9

Gangguan tidak terlalu sering terjadi pada anak-anak dibanding pada orang dewasa tetapi prevalensinya meningkat tajam pada masa remaja dan jika terjadi, depresi itu lebih sering dibanding orang dewasa (Kashani, Hoeper, Beck, dan Corcoran, 1987; Lewinsohn, dkk, 1993; Compas, Brooks-Gunn, Stemmler, dan grant, 1993).
Depresi dengan onset terlambat berhubungan dengan kesulitan tidur yang nyata, hipokondiasis dan agitasi. Prevalensi gangguan depresi berat pada orang lanjut usia sama atau sedikit lebih rendah dibanding prevalensi dalam populasi secara umum. Ini mungkin disebabkan karena peristiwa stressfull dan memicu episode depresif cenderung berkurang dengan semakin bertambahnya umur (Durand dan Barlow, 2006).
Di sebuah desa orang Amerika asli, prevalensi seumur hidup untuk gangguan perasaan yang sebagian disebabkan oleh depresi sebesar 19,4% pada laki-laki dan 36,7% pada perempuan dan 28% secara keseluruhan. Kondisi sosial dan ekonomi yang memprihatinkan memenuhi semua kondisi untuk stress kehidupan yang berat dan kronis yang berkaitan erat dengan onset gangguan depresi berat (Durand dan Barlow, 2006).
Wanita memiliki kecenderungan hamper dua kali lipat lebih besar daripada pria untuk mengalami depresi mayor (APA, 2000; Blazer dkk., 1994; Kessler dkk., 1994). Perbedaan dalam risiko relative antara pria dan wanita bermula pada awal usia remaja dan bertahan hingga paling itdak usia pertengahan 50 (Barefoot dkk., 2001; Kessler dkk., 1993). Sebuah diskusi panel yang diselenggarakan oleh American Psychological Association (APA) menyatakan bahwa perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah stress yang dihadapi wanita dalam kehidupan kontemporer. Misalnya wanita lebih cenderung menghadapi factor-faktor kehidupan yang penuh penganiayaan fisik dan seksual, kemiskinan, orang tua tunggal. Dan diskriminasi gender (Goleman,1990; McGrath dkk., 1990).
Perbedaan dalam gaya coping juga dapat membantu menjelaskan tentang kerentanan wanita untuk terkena depresi. Terlepas dari apakah factor-faktor yang memicu depresi itu biologis, psikologis, atau social; respon coping seseorang dapat menambah atau mengurangi keparahan dan durasi dari episode depresi. Nolen dan kolega-koleganya dalam Durand dan Barlow (2006) menyatakan bahwa pria lebih cenderung untuk mengalihkan pikiran mereka saat depresi, seperti beralih ke alkohol sebagai self-medication, sementara wanita lebih cenderung memperbesar depresi dengan merenungkan perasaan mereka dan kemungkinan penyebabnya.

G.    TERAPI
            Terapi yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat depresi adalah terapi kognitif perilaku. Dengan terapi kognitif perilaku terjadi perubahan pikiran negatif menjadi pikiran positif, mampu menciptakan aktivitas menyenangkan, mampu mengidentifikasi pikiran positif dan negatif serta mampu bersikap asertif dan meningkatkan kualitas hidup (Haeba dan Moordiningsih, 2009).
            Selain itu, dengan Coping With Depression (CWD-A) yang termasuk dalam pemberian intervensi Cognitive – Behavioral Therapy (CBT). Terdapat beberapa aspek-aspek yang diukur mealui kuisioner terkait, yaitu Demographic Variables (sex, age, and race/ethnicity), Depression Spesific Psychopathology Factors (age of first MDD (Major Depressive Disorder) onset, number of prior MDD episodes, depression severity, suicidal ideation), Broader Psychopathology Factors (current ADHD, current substance disorder, durrent anxiety disorder, functional impairment, and parent report of problem behaviors), CBT-Specific Psychosocial Factors (negative thoughts, dysfunctional attitudes, hopelessness during the past week and frequency of pleasant events), dan Resiliency Psychosocial Factors (social adjustment, family cohesion, and coping skills) (Rohde, Seeley, Kaufman, Clarke, dan Stice, 2006).
            Hal tersebut sama dengan yang telah disebutkan dalam Nevid dkk (2005), yaitu terapi behavioral berfokus pada membantu orang dengan meningkatkan frekuensi reinforcement dalam kehidupan mereka melalui cara-cara seperti meningkatkan jumlah aktivitas yang menyenangkan dimana mereka berpartisipasi dan membimbing mereka dalam mengembangkan keterampilan social yang lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memperoleh reinforcement sosial dari orang lain. Misalnya, program terapi kelompok dengan 12 sesi selama 8 minggu yang diorganisasikan sebagai suatu kursus, Coping With Depression (CWD) Course.
            Terapi dapat juga dengan pemberian obat-obatan antidepresan dan mengkombinasikannya dengan pemberian treatment lainnya. Monroe dkk (2006), pasien yang mengalami gangguan diberikan treatment bulanan yaitu, Maintenance Interpersonal Psychotherapy (IPT-M), IPT-M dengan impiramine (obat andtidepresan), IPT-M dengan placebo, impiramine dan check up secara rutin ke klinik, dan placebo dengan check up secara rutin ke klinik. Melakukan pengobatan secara aktif, dapat mengurangi kemungkinan gangguan depresi berulang.
            Nevid dkk (2005) menyatakan bahwa obat-obatan anti depresan dapat meningkatkan tingkat (berfungsinya) otak dan mungkin fungsi dari neurotransmitter, walaupun memiliki efek tunda, biasaya membutuhkan beberapa minggu (rata-rata 2-8 minggu) penanganan sebelum suatu manfaat terapeutik dicapai. Durand-Barlow (2006) menjelaskan, adanya efek samping ketika mengkonsumsi obat-obatan anti depresan seperti penglihatan kabur, mulut kering, konstipasi, kesulitan buang air kecil, mengantuk, berat badan bertambah dan mungkin disfungsi seksual. Berdasarkan analisis rangkuman dari lebih dari 100 studi (American Psychiatric Association, 2000; Depression Guideline Panel, 1993), tricyclic (imipramine, amitriptyline, desipramine, dan doxepin) mengurangi depresi pada kira-kira 50% pasien dibanding dengan dengan kira-kira 25%-30% yang minum pil placebo.
            Psikoterapi interpersonal yaitu piskoterapi yang fokus pada hubungan interpersonal untuk meningkatkan hubungan dan kemampuan komunikasi serta konsep diri individu. Penekanannya adalah disini dan sekarang dan pada masalah spesifik bahwa pengalaman orang-orang depresi pada masa sekarang. Individu diajarkan cara mengatasi masalah-masalah hidup dan keadaan depresi dengan belajar perilaku adaptif baru untuk meningkatkan ketrampilan interpersonal dan komunikasi, terapis interpersonal cenderung fokus pada empat masalah potensial dalam pengalaman hidup orang depresi yaitu kesedihan, perselisihan peran interpersonal, peran transisi, dan deficit interpersonal.
            Pendekatan herbal yaitu dengan St John’s Wort bunga berwarna kuning, umumnya tumbuh di alam liar. Obat herbal ini diyakini oleh banyak orang menjadi pengobatan yang efektif untuk beberapa bentuk depresi.
            Terapi tertawa, sebagaimana penelitian yang telah dilakukan Nugraheni (Sulistyowati, 2009) tentang pengaruh tertawa terhadap depresi pada usia lanjut di Wirosaban. Tingkat depresi sesudah dilakukan terapi tertawa sebagian besar tidak terjadi depresi.
            Terapi dari pandangan psikoanalisis, terapi ini menyelediki  jiwa pasien serta membawa impuls-impuls dan perilaku bawah sadar pasien ke permukaan.
            Terapi musik klasik, penelitian ini dilakukan oleh Jumiatun (Sulistiyowati, 2009) yang menunjukkan adanya perbedaan perilaku antara sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik pada pasien.












SINAPS DAN NEUROTRANSMITTER

v Mengapa dia merasa sedih,kehilangan minat dan kegembiraan ?
Scenario: pasien di PHK
Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus ceruleus(LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi LC, fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC, selanjutnya ke komponen simpatoadrenal sebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif dapat memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak) meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan. Stressor yang menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial. Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi.

Etiologi :
faktor biologi
·     Amin Biogenik
Amin biogenik. neurouansmiter amin biogenik adalah: norepinefrin, serotonin,  dopamin, GABA dan neuroendokren.
NOREPINEFRIN.
reseptor adrenergik-alfa2, karena aktivasi reseptor tersebut => ↓ jumlah norepinefrin yang di lepaskan.
 reseptor adrenergik-alfa2 juga berlokasi pada neuron serotonergik dan mengatur jumlan serotonin yang dilepaskan.
SEROTONIN
à penurunan serotonin => depresi, dan beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin di dalam cairan serebrospinalis yang rendah dan konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit, seperti yang diukur oleh imipramin (Tofranil) yang berikatan dengan trombosit.
DOPAMIN
à Aktivitas dopamin  menurun pada depresi dan meningkat pada mania. penelitian tentang hubungan antara dopamin dan gangguan mood.
bahwa jalur dopamin mesolimbik  mengalami disfungsi pada depresi dan bahwa reseptor dopamin tipe 1 (DI)  hipoaktif pada depresi.
FAKTOR NEUROKIMIA LAIN (GABA)
à Neurotransmiter asam amino, khususnya gamma-aminobutyric acid (GABA) dan peptida neuroaktif (khususnya va­sopresin dan opiat endogen) => patofisiologi gangguan mood.
Beberapa peneliti telah menyatakan bahwa sistem pem­bawa kedua (second-messenger), seperti:  adenylate cyclase, phosphotidylinositol, dan regulasi kalsium juga memiliki relevansi penyebab.
·     NEUROENDOKRIN
ü    Hipotalamus sebagai pusat regulasi sumbu neurohormonal dan hipotalamus menerima banyak masukan (input) neuronal yang menggunakan neurotransmiter amin biogenik.
ü    Sumbu neuroendokrin utama ggn mood adalah:  sumbu adrenal, tiroid, dan hormon pertumbuhan.
ü    Kelainan neuro­endakrin lainnya adalah:
ü    ↓ sekresi nokturnal melantonin, ↓ pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan, ↓ kadar follicle-stimulating hor­mone (FSH) dan luteinzing hormone (LH), dan ↓ testosteron pada laki-laki.
è    faktor psikososial
Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan.
peristiwa kehidupan (clefts) melepaskan corticotropin-releasing hormone (CRH), menstimulasi pelepasan hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis anterior. ACTH => pelepasan kortisol dari korteks adrenal. Kortisol memberikan umpan batik (feed back) pada jaringan kerja melalui sekurangnya dua mekanisme:
    - mekanisme umpan balik cepat, peka terhadap ke­cepatan peningkatan konsentrasi kortisol, beroperasi melalui reseptor kortisol di hipokampus dan menyebabkan ↓ pelepasan ACTH;
    - mekanisme umpan batik lambat, sensitif terhadap konsen­trasi kortisol, bekerja melalui reseptor hipofisis dan adrenal.
è    Faktor genetik
Penelitian keluarga.
•     saudara derajat pertama penderita ggn bipolar I => 8 - 18 kali > saudara derajat pertatma subjek kontrol untuk menderita gangguan bipolar I & 2-10 kali lebih menderita ggn depresif berat.
•     saudara derajat pertama penderita ggn depresif berat => 1,5-2,5 kali > saudara derajat pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipolar I dan 2-3 kali lebih mungkin menderita gangguan depresif berat.
Penelitian adopsi.
•     Anak biologis dari orang tua yg menderita, berada dlm risiko menderita ggn mood, bahkan jika dibesarkan oleh keluarga angkat yg tidak menderita gangguan.
Penelitian kembar.
•     Anak kembar menunjukkan bahwa angka kesesuaian untuk gangguan bipolar I pada kembar monozigotik adalah 33-90 %, untuk ggn depresif berat angka adalah  50 %.
•     Sebaliknya, angka ke­sesuaian pada kembar dizigotik adalah 5-25 % untuk ggn bipolar I dan 10-25 % untuk ggn depresif berat.
è    faktor kepribardian pramorbid
Ø   Tipe kepribadian: dependen, obsesif-kompulsif, histeriakal risiko > ggn depresi daripada tipe kepribadian antisocial, paranoid, dan lainnya yang menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan mengeksternalisasikan lainnya.
Sinopsis Psikiatri Jilid I, Kaplan dan Sadock

Neurotransmiter dan sinapsis
Jaringan otak terdiri atas berjuta-juta sel otak yang disebut neuron. Sel ini terdiri atas badan sel, ujung axon dan dendrit. Antara ujung sel neuron satu dengan yang lain terdapat celah yang disebut celah sinaptik atau sinapsis. Satu neuron menerima berbagai macam informasi yang datang, mengolah atau mengintegrasikan informasi tersebut, lalu mengeluarkan responsnya yang dibawa suatu senyawa neurokimiawi yang disebut neurotransmiter. Terjadi potensial aksi dalam membran sel neuron yang memungkinkan dilepaskannya molekul neurotransmiter dari axon terminalnya (prasinaptik) ke celah sinaptik lalu ditangkap reseptor di membran sel dendrit dari neuron berikutnya. Terjadilah loncatan listrik dan komunikasi neurokimiawi antar dua neuron. Pada reseptor bisa terjadi “supersensitivitas” dan “subsensitivitas”. Supersensitivitas berarti respon reseptor lebih tinggi dari biasanya, yang menyebabkan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik lebih banyak jumlahnya yang berakibat naiknya kadar neurotransmiter di celah sinaptik tersebut. Subsensitivitas reseptor adalah bila terjadi sebaliknya. Bila reseptor di blok oleh obat tertentu maka kemampuannya menerima neurotransmiter akan hilang dan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik akan berkurang yang menyebabkan menurunnya kadar (jumlah) neurotransmiter tertentu di celah sinaptik.
Suatu kelompok neurotransmiter adalah amin biogenik, yang terdiri atas enam neurotransmiter yaitu dopamin, norepinefrin, epinefrin, serotonin, asetilkholin dan histamin. Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin disintesis dari asam amino yang sama, tirosin, dan diklasifikasikan dalam satu kelompok sebagai katekolamin. Serotonin disintesis dari asam amino triptofan dan merupakan satu-satunya indolamin dalam kelompok itu. Serotonin juga dikenal sebagai 5-hidroksitriptamin (5-HT).
Selain kelompok amin biogenik, ada neurotransmiter lain dari asam amino. Asam amino dikenal sebagai pembangun blok protein. Dua neurotransmiter utama dari asam amino ini adalah gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glutamate. GABA adalah asam amino inhibitor (penghambat), sedang glutamate adalah asam amino eksitator. Kadang cara sederhana untuk melihat kerja otak adalah dengan melihat keseimbangan dari kedua neurotransmiter tersebut.
Bila oleh karena suatu hal, misalnya subsensitivitas reseptor-reseptor pada membran sel paskasinaptik, neurotransmiter epinefrin, norepinefrin, serotonin, dopamin menurun kadarnya pada celah sinaptik, terjadilah sindrom depresi. Demikian pula bila terjadi disregulasi asetilkholin yang menyebabkan menurunnya kadar neurotransmiter asetilkolin di celah sinaptik, terjadilah gejala depresi.
Monoamin dan Depresi
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE dan serotonin, dapat menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang bekerja meningkatkan monoamin di sinap. Peningkatan monoamin dapat memperbaiki depresi.
MAOI menghambat monoamin oksidase i dalam otak dan di seluruh tubuh. Dengan menghambat MAO di dalam otak, makin sedikit norefionefrin yang dimetabolisme sehngga meningkatkan ketersediaannya dalam sinaps.
Serotonin
Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus. Proyeksi ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di lokasi yang berbeda di susunan syaraf pusat.
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA). Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak motorik yang terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia dan reptilia.
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-HT2A pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda kerentanan terhadap kekambuhan depresi.
Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien depresi yang remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita depresi. Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.
Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi. Penurunan ini sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan HPA aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak sesuai dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor didapatkan penumpulan respon serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw adanya gangguan serotonin pada depresi.






     
        



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails