LBM 2
MODUL JIWA & PERILAKU
STEP 1
- Afektif : Emosi yang bisa diobservasi (bisa dilihat: inappropriate, tumpul datar, labil). Emosi merupakan perasaan dan tingkah laku yang kompleks,berhubungan dengan afek dan mood.
- Sindrom depresi (F32) : suatu gangguan mood (keadaan emosional interna yang meresap dalam dirinya, bukan suatu afek??)yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan subjektif adanya penderitaan yang berat.
- 3. Amitriptilin : termasuk antidepresan golongan trisiklik; merupakan jenis obat yang bekerja pada sel2 saraf di otak (menghambat reuptake neurotransmitter). Biasanya digunakan pada fase depresi.
STEP 2
- 1. Perubahan apa saja yang terjadi dalam gangguan mood(biologis dan non-biologis)?
- 2. Apa saja yang termasuk gangguan perasaan?
- 3. Mengapa pasien merasa sedih, kehilangan minat, kurang semangat, serta tidurnya terganggu, selama 1 bulan? (umur 23th)
- 4. Bagaimana hubungan semua keadaan pasien dengan penurunan GAF?
- 5. Mengapa diberikan Amitriptilin dan bagaimana cara pemberian yang baik?
- Apa hubungan keadaan pasien dengan percobaan bunuh diri?
STEP 3
- 1. Perubahan apa saja yang terjadi dalam gangguan mood(biologis dan non-biologis)?
- Perubahan emosional -->peningkatan iritabilitas, perubahan yang signifikan dari mood pasien tsb
- Gangguan motivasi --> Menurunnya tingkat partisipasi sosial, menurunnya minat sex
- Perubahan fungsi dan perilaku motorik --> perubahan dalam perilaku makan, pendiam, banyak bicara
- Perubahan kognitif --> kurang konsentrasi, selalu berfikir suram (psimis)
Gangguan mood akan mengganggu
kognisi dan pembicaraan, vegetatif (tidur, makan, sex), interpersonal, sosial
dan pekerjaan
- Amin biogenik : kelompok neurotransmitter (norepinefrin (yang dihasilkan oleh dopa menurun) serotonin(terjadi penurunan khususnya di sistem limbik(pusat emosi)àkeinginan bunuh diri), GABA, dopamin(turunàdepresi, naik--> mania)) jalur mesokortikal
- Genetik
- Kepribadian pramorbid
- Psikososial
ü Psikososial+genetik -->
mempengaruhi biologis (neurotransmitter)àg3 mood. Contoh??
ü Adanya keterkaitan antara
faktor biologis+psikososia--> mempengaruhi ekspresi gen
ü Biologis+genetik-->
mempengaruhi respon seseorang thd stressor
reseptor alfa 2 hanya untuk
kelompok amin/ada yang lain??
Reseptor alfa 2/ beta 2??
- 2. Apa saja yang termasuk gangguan perasaan?
Definisi
Etiologi
Klasifikasi (+gejala, diagnosis,
penatalaksanaan masing-masing)
- a. F30 Mania
Saat ini dalam keadaan mania,
sebelum dan sesudahnya tidak ada
- b. F31 Gangguan afektif bipolar
Sebelumnya sudah menglami g3 afektif
dulu
- c. F32 Gangguan episode depresi
Pasien menglami susana perasaan yang
sangat depresif, kehilangan minat dan kegembiraan
- d. F33 Gangguan depresi berulang
Episode berulang dari depresi,
biasanya ada jeda antara 2 serangan
- e. F34 Gangguan perasaan mood menetap
Gangguan suasana perasaan yang
berfluktuasi dan menetap
- f. F38 Gangguan perasaan lainnya
- g. F39 Gangguan perasaan YTT
Klasifikasi Berdasarkan DSM IV
- a. Utama
ü Depresi berat
Hilangnya kendali perasaan,
pengalaman subjektif turun.
F32.3 Dengan psikotik -->
Disertai waham(merasa berdosa, ancaman), halusinasi (auditorik, olfaktorik)
ü Gangguan bipolar
Mania-depresi --> gabungan
mania dengan depresi
Hipomania-depresi --> cenderung
ke depresi
- b. Tambahan
ü Gangguan siklotimik
Depresi ringan, hipomania ringan
lama dan tidak menetap (anak-->1th, dewasa-->selama 2th)
ü Gangguan distimik
F34.1 depresi sangat lama tetapi
tidak memenuhi kriteria depresi sedang-ringan. Bisa menetap 2th (pada anak dan
dewasa). Pada usia lanjut masuk F32
ü Gangguan yang berhubungan
dengan sindrom depresi
Depresi ringan sedang
Depresi ringan recurren
Depresi pra menstrual
ü Gangguan mood karena
kondisi medis umum
Pada saat sakit mood berubah
ü Gangguan akibat zat
Akibat Alkohol dan zat psikoaktif
ü Gangguan tak ditentukan
Mania
: terjadi peningkatan jumlah dan jenis
aktivitas, kurang tidur, hiperoptimis, mulai timbul waham kebesaran, bicara
berlebihan.
Trias mania --> flight of idea, euforia, reaksi emosional labil, sikap
berubah2, tingkah laku perspektif. Gejala lain: bangga pada diri sendiri, waham
kebesaran, sombong
Hipomania
: afek meninggi tetapi tidak setinggi mania
DEPRESI
ü Gejala umum
- Hilangnya minat dan kegembiraan
- Ditemukan afek depresi
- Energi menurun dan mudah lelah
ü Gejala tambahan
- Hilang komunikasi
- Hilangnya harga diri
- Merasa bersalah dan berdosa
- Memiliki pandangan masa depan suram
- Gangguan tidur
- Nafsu makan turun
- Keinginan bunuh diri
Penatalaksanaan
Tujuan terapi : keamanan pasien, pemeriksaan diagnosis, rencana pengobatan,
kesehatan pasien
Pemberian antidepressan : misalnya amitriptilin (lebih responsif kepada),
tetapi tidak boleh diberikan pada pasien dengan skizofrenia, aritmia jantung,
peka terhadap trisiklik.
- Trisiklik : amitriptilin (utama), imipramin, clomipramin, teaneptine, apipramol
- Tetrasiklik : amoxapine, mianserin, maprotilin,
- Maoi (monoamine oxyde inhibitor): maklobemit
- Selective serotonin Reuptake inhibitor : sertalin, parakcetin, fufloksamine,
- Atipikal antidepresan : trazodone, mektazapine
- 3. Mengapa pasien merasa sedih, kehilangan minat, kurang semangat, serta tidurnya terganggu, selama 1 bulan? (umur 23th)
-
Stressor -->respon terhadap stressor-->menekan kortikal -->amin
biogenik --> terjadi penurunan norepinefrin, serotonin --> merasa sedih,
kehilangan minatdan kebaahagiaan, kurang semangat
-
Serotonin -->merangsang faktor pembentukan tidur -->menurun -->
gangguan tidur
- 4. Bagaimana hubungan semua keadaan pasien dengan penurunan GAF?
Ada percobaan bunuh diri,
kemungkinan GAF 20-11.
- 5. Mengapa diberikan Amitriptilin dan bagaimana cara pemberian yang baik?
Karena pasien berada pada episode
depresi (serotonin menurun)sehingga diberikan amitriptilin untuk menghambat
reuptake serotonin dan menghambat penghancuran neurotransmitter aminergik.
Proses fisiologis
sinaps (GAMBAR)
Neurotransmitter (produksi-penghancuran)
STEP 7
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG MASALAH
Depresi
merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal
dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit
ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa
pengobatan.Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan
bunuh diri. Secara global, lima puluh persen dari penderita depresi berpikiran
untuk bunuh diri, tetapi yang akhirnya mengakhiri hidupnya ada lima belas
persen. Selain itu, depresi yang berat juga menimbulkan munculnya berbagai
penyakit fisik, seperti gangguan pencernaan (gastritis), asma, gangguan pada
pembuluh darah (kardiovaskular), serta menurunkan produktivitas. Sejak depresi
sering didiagnosis, WHO memperkirakan depresi akan menjadi penyebab utama
masalah penyakit dunia pada tahun 2020 (Sianturi, 2006).
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mencatat depresi adalah gangguan mental yang umum terjadi
di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di muka bumi ini menderita
depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-laki dan 9,5 persen perempuan, dan
hanya sekitar 30 persen penderita depresi yang benar-benar mendapatkan
pengobatan yang cukup, sekalipun telah tersedia teknologi pengobatan depresi
yang efektif. Ironisnya, mereka yang menderita depresi berada dalam usia
produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun. Tidaklah
mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait
dengan depresi (Sianturi, 2006).
Sekitar 15 persen penduduk
di Indonesia diketahui mengalami depresi yang disebabkan tekanan hidup yang
semakin berat. Hal ini disampaikan Ketua Komite Medik RS Jiwa Dr.Soeharto
Heradjan, Jakarta, Dr. Gerald Mario Semen SpKJ di sela pelatihan 140an orang
dokter umum dari seluruh puskesmas di Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian
sebanyak 15 persen dari populasi masyarakat Indonesia yang mengalami depresi -
gangguan jiwa ringan. Belum termasuk gangguan jiwa lainnya. Direktur RSJ
Mataram Dr.Elly Rosila Wijaya menyebutkan 50 persen penderita gangguan jiwa
melakukan usaha bunuh diri dan 10-15 persen pasien tersebut meninggal akibat
bunuh diri. ‘’Pasien dapat teragitasi dan pengendalian impuls yang rendah jika
mereka sakit,’’ ucapnya (Khafid,
2008)
Depresi sering dianggap hal
yang sepele oleh sebagian besar masyarakat. Tetapi, jika depresi ringan tidak
segera ditanggulangi, akhirnya akan menjadi depresi berat. Bila tidak diberikan
terapi dengan baik, akan membahayakan individu yang mengalami depresi tersebut.
Tulisan ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah seminar klinis dengan memfokuskan pada kasus
depresi.
ISI
A.
DEFINISI
Sebelum
menjelaskan tentang defenisi depresi akan lebih baik jika membuat parameter yang jelasa antara depresi,
kecemasan dan stres. Agar perbedaan antara depresi, stres dan depresi bisa
jelas serta tidak komorbid.
Stres
(Sriati, 2008) menjelaskan bahwa stres adalah stimulus atau situasi yang
menimbulkan distress dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang.
Sedangkan
untuk kecemasan, menurut Lazarus (Trismiati, 2004) konsep kecemasan memegang
peranan yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stres dan penyesuaian
diri. Kecemasan (Trismiati, 2008) adalah kondisi emosional yang tidak
menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti
ketegangan, ketakutan, kekhawatiran, dan juga ditandai dengan aktifnya system
saraf pusat.
Depresi merupakan salah satu gangguan mood
(mood disorder). Depresi sendiri adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang
mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang terdapat perubahan pada
kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan
perilaku motorik, dan perubahan kognitif (Nevid dkk, 2005)
Depresi
adalah gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka
pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih
yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai
reaksi terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun (Wenar & Kerig, 2000).
Depresi adalah
suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi
seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka
hal itu disebut sebagai suatu gangguan depresi (www.id.wikipedia.org).
Depresi
Mayor adalah suatu gangguan mood yang parah yang ditandai oleh episode-episode
depresi mayor, individu mengalami salah satu diantara mood depresi (merasa
sedih, putus asa, terpuruk) atau kehilangan minat atau rasa senang dalam semua
atau berbagai aktivitas untuk periode waktu paling sedikit 2 minggu (Nevid dkk,
2005).
Depresi
Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih
symptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau
ketidaksenangan pada anak-anak (Wenar & Kerig, 2000).
Sedangkan
episode depresi berat menurut kriteria DSM-IV-TR, dalam Durand dan Barlow
(2006), adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung apling tidak dua
minggu dan meliputi gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan
tidak pasti) dan fungsi fisik yang terganggu (seperti perubahan pola tidur,
perubahan nafsu makan dan berat badan yang signifikan, atau kehilangan banyak
energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang paling ringan sekalipun
membutuhkan usaha yang luar biasa besar.
Dari
beragam definisi tentang depresi, penulis cenderung menyepakati definisi yang
dibuat oleh Nevid (2005) yang mengemukakan bahwa depresi merupakan gangguan
unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang
terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan
dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif.
B.
SEBAB-SEBAB
1. Biologis
Suatu
bidang pengetahuan yang semakin berkembang mengimplikasikan faktor-faktor
genetis pada gangguan mood. Kita
mengetahui bahwa gangguan mood,
termasuk depresi mayor dan gangguan bipolar cenderung menurun pada keluarga.
Namun, bukti yang mengacu pada suatu dasar genetis untuk gangguan mood berasal dari penelitian-penelitian
yang menunjukkan bahwa semakin dekat hubungan genetis yang dibagi seseorang
dengan orang lain yang menderita suatu gangguan mood mayor (depresi mayor atau ganguan bipolar), semakin besar
kecenderungan bahwa orang tersebut juga akan menderita suatu gangguan mood mayor (Nevid dkk, 2005).
Penelitian
awal mengenai dasar penyebab biologis dari depresi berfokus pada berkurangnya
tingkat neurotransmiter dalam otak,
pada tahun 1950-an. Penemuan yang dilaporkan pada masa itu adalah pasien hipertensi
(tekanan darah tinggi) yang meminum obat reserpine
sering menjadi depresi. Reserpine
menurunkan suplai dari berbagai neurotransmiter
di dalam otak, termasuk norepinephrine
dan serotonin. Kemudian muncul
penemuan bahwa obat-obatan yang menaikkan tingkat neurotransmiter seperti norepinephrine
dan serotonin di otak dapat
mengurangi depresi (Nevid dkk, 2005).
Metode
lain dari penelitian berfokus pada kemungkinan abnormalitas dalam korteks prafrontal (preforontal
cortex), area dari lobus frontal
yang terletak di depan area motorik. Peneliti menemukan bukti dari aktivitas
metabolism yang lebih rendah dan ukuran korteks prefrontal yang lebih kecil
pada diri orang yang secara klinis mengidap depresi bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang sehat. Korteks prefrontal
terlibat dalam pengaturan neurotransmiter
yang dipercaya terlibat dalam gangguan mood,
termasuk serotonin dan norepinephrine, sehingga tidak
mengagetkan bila bukti menunjukkan ketidakteraturan pada bagian otak ini (Nevid
dkk, 2005).
2. Psikologis
a.
Faktor
kepribadian premorbid. Tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang
khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan ciri
kepribadian manapun dapat mengalami depresi, walaupun tipe-tipe kepribadian
seperti oral dependen, obsesi kompulsif, histerik mempunyai risiko yang besar
mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya
b.
Kehilangan
harga diri. Depresi sebagai suatu efek yang dapat melakukan sesuatu terhadap
agresi yang diarahkan kedalam dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa
mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan
mereka putus asa
c.
Teori
kognitif menurut A.T. Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada
depresi. Beck mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang disebut
sebagai triad kognitif, yaitu pandangan negatif terhadap masa depan, pandangan
negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh,
pemalas, tidak berharga, pandangan
negatif terhadap pengalaman hidup (Durand dan Barlow, 2006).
d.
Learned
Helplessness. Teori Seligman mengatakan bahwa orang menjadi cemas dan depresi
ketika membuat atribusi bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas stres dalam
kehidupannya baik sesuai kenyataan maupun tidak (Durand dan Barlow, 2006).
3. Sosial
Peristiwa
hidup yang penuh tekanan, seperti kehilangan seseorang yang dicintai atau lama
menganggur. Kurangnya reinforcement.
Interaksi yang negatif dengan orang lain menghasilkan penolakan. Selain hal
tersebut ada beberapa hal yang dapat memicu terjadinya depresi yaitu hubungan
perkawinan yang tidak memuaskan, kurangnya dukungan sosial dari orang-orang
terdekat (Durand dan Barlow, 2006).
4. Spiritual
Depresi
dapat terjadi karena rendahnya kadar kagamaan dalam diri seseorang. Orang yang
kadar imannya atau ketakwaannya rendah, cenderung lebih mungkin menderita
depresi karena kurangnya pegangan hidup. Tanpa pegangan hidup yang berupa
kaidah-kaidah keagamaan, kehidupan seseorang akan terombang ambing tak menentu,
dan dapat mengakibatkan kekurang-mampuan dalam menghadapi tantangan, sehingga
dapat menimbulkan depresi. Sebab-sebab yang di kemukakan di atas saling
berkaitan satu dengan lainnya, dan semuanya bermuara pada diri individu
masing-masing (Sivalintar, sivalintar.tripod.com/sebab_depresi.html).
C.
PERSPEKTIF
ALIRAN-ALIRAN
1.
Psikodinamika
Teori psikodinamika klasik mengenai
depresi dari Freud dan para pengikutnya meyakini bahwa depresi mewakili
kemarahan yang diarahkan ke dalam diri sendiri dan bukan terhadap orang-orang
yang dikasihi. Rasa marah dapat diarahkan kepada self setelah mengalami kehilangan yang sebenarnya atau ancaman
kehilangan dari orang-orang yang dianggap penting ini (Nevid dkk, 2005).
Menurut pandangan ini, gangguan
bipolar mewakili dominansi yang berubah-ubah dari kepribadian individu antara
ego dan superego. Dalam fase depresi, superego
adalah dominan, memproduksi kesadaran yang berlebihan atas
kesalahan-kesalahan dan membanjiri individu dengan perasaan bersalah dan
ketidakberhargaan (Nevid dkk, 2005).
Model psikodinamika terbaru lebih
terfokus pada isu-isu yang berhubungan dengan perasaan individual akan self-worth atau self-esteem. Suatu model, yang disebut model self-focusing, mempertimbangkan bagaimana mengalokasikan
proses atensi mereka setelah suatu kehilangan (kematian orang yang dicintai, kegagalan
personal, dll). Menurut model ini, orang yang mudah terkena depresi mengalami
suatu periode self-examination
(self-focusing) yang intens setelah terjadinya suatu kehilangan atau
kekecewaan yang besar. Mereka menjadi terpaku pada pikiran-pikiran mengenai
objek atau tujuan penting yang hilang dan tetaap tidak dapat merelakan harapan
akan entah bagaimana cara mendapatkannya kembali (Nevid dkk, 2005).
2.
Humanistik
Menurut
kerangka kerja humanistik, orang menjadi depresi saat mereka tidak dapat
mengisi keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat membuat pilihan-pilihan
autentik yang menghasilkan self-fulfillment.
Kemudian dunia dianggap menjadi tempat yang menjemukkan. Pencarian orang akan
makna memberikan warna dan arti bagi kehidupan mereka. Perasaan bersalah dapat
timbul saat orang percaya bahwa mereka tidak membangkitakn potensi-potensi
mereka. Mereka dapat meningkatkan suatu perasaan suram yang terekspresikan
dalam perilaku depresi – kelelahan, mood
yang murung, dan menarik diri (Nevid dkk, 2005).
Humanistik
juga berfokus pada hilangnya self-esteem yang dapat muncul saat orangg
kehilangan teman atau anggota keluarga, ataupun mengalami kemunduran atau
kehilangan dalam pekerjaan. Depresi adalah konsekuensi yang sering terjadi dari
kehilangan seperti itu, terutama jika kita mendasarkan self-esteem kita pada
peran pekerjaan atau kesuksesan (Nevid dkk, 2005).
3.
Behavioristik
Dalam perspektif teori belajar lebih
kepada faktor-faktor situasional, seperti kehilangan reinforcement positif. Kita memiliki kinerja terbaik saat tingkat reinforcement sepadan dengan usaha kita.
Perubahan pada frekuensi atau efektivitas reinforcement
dapat mengubah keseimbangan sehingga kehidupan menjadi tidak berharga. Saat reinforcement berkurang, orang akan
merasa tidak termotivasi dan depresi, yang dapat menyebabkan ketidakaktifan dan
nantinya semakin mengurangi kesempatan untuk mendapatkan reinforcement (Nevid dkk, 2005)
4. Kognitif
Model kognitif Beck berfokus pada
peran berpikir yang negatif atau terdistorsi dalam depresi. Orang yang rentan
mengalami depresi memegang keyakinan yang negatif terhadap dirinya sendiri,
lingkungan, dan masa depan. Segi tiga kognitif dari depresi ini menghasilkan
kesalahann tertentu dalam berpikir, atau distorsi kognitif, dalam berespons
pada peristiwa negatif, yang pada gilirannya akan menyebabkan depresi (Nevid
dkk, 2005).
5.
Learned
Helplessness (teori ketidakberdayaan)
Model
ketidakberdayaan yang dipelajari didasarkan pada keyakinan bahwa orang dapat
menjadi depresi saat mereka mulai memandang dirinya sendiri sebagai tidak
berdaya untuk mengontrol reinforcement
yang terdapat dalam lingkungan mereka atau untuk mengubah kehidupan mereka
menjadi lebih baik. Suatu versi yang diformulasikan kembali dari teri tersebut
menganggap bahwa cara di mana seseorang menjelaskan suatu peristiwa –atribusi
mereka- menentukan kerentanannya terhadap depresi dalam menghadapi peristiwa
yang negatif (Nevid dkk, 2005).
D.
GEJALA
Berdasarkan DSM IV-TR gejala depresi adalah sebagai
berikut :
1.
Lima (atau lebih) gejala berikut
diteruskan selama periode 2 minggu yang sama dan menunjukkan suatu perubahan
dari fungsi sebelumnya; paling kurang satu gejala dari salah satu mood depresi atau dua kehilangan minat
atau kesenangan.
Catatan
: jangan masukkan gejala yang jelas disebabkan oleh suatu kondisi medis umum
atau waham atau halusinasi yang sesuai mood.
a.
Mood
depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari seperti yang ditunjukkan baik
oleh laporan subjektif (misalnya, perasaan sedih atau kosong) maupun pengamatan
yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, tampak sedih).
Catatan
: pada anak-anak dan remaja dapat berupa mood
yang iritabel (mudah kesal).
b.
Kehilangan minat atau kesenangan yang
nyata pada semua atau hampir semua, aktivitas hampir sepanjang hari, hampir
setiap hari (seperti yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif maupun
pengamatan yang dilakukan oleh orang lain).
c.
Penurunan berat badan yang bermakna jika
tidak melakukan diet atau penambahan berat badan (misalnya, perubahan berat
badan lebih dari 5% sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir
setiap hari.
Catatan
: Pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai peningkatan berat
badan yang diharapkan.
d.
Insomnia atau hipersomnia hampir setiap
hari.
e.
Agitasi atau retardasi psikomotor hampir
setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif
tentang adanya kegelisahan atau menjadi lamban).
f.
Kelelahan atau kehilangan tenaga hampir
setiap hari.
g.
Perasaan tidak berharga atau perasaan
bersalah yang berlebihan yang tidak sesuai (yang dapat berupa waham) hampir
setiap hari (bukan hanya menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit).
h.
Penurunan kemampuan untuk berpikir atau
berkonsentrasi, atau keragu-raguan, hampir setiap hari (baik oleh laporan
subjektif maupun yang diamati oleh orang lain).
i.
Pikiran tentang kematian yang berulang
(tidak hanya ketakutan akan kematian), ide bunuh diri berulang tanpa suatu
rencana yang spesifik, atau percobaan bunuh diri atau rencana khusus untuk
melakukan bunuh diri.
2.
Gejala tidak memenuhi kriteria Episode
Campuran.
3.
Gejala menyebabkan penderitaan secara
klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi
bidang penting lainnya.
4.
Gejala bukan karena efek fisiologis
langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat pengobatan) atau suatu kondisi
medis umum (misalnya, hipotirodisme).
5.
Gejala tidak lebih baik dijelaskan oleh berduka
yaitu setelah kehilangan orang yang dicintai, gejala menetap lebih lama dari 2
bulan atau ditandai oleh gangguan fungsional yang nyata, preokupasi morbid dengan perasaan tidak berharga, ide bunuh diri,
gejala psikotik atau retardasi psikomotor.
E.
ONSET
Onset seseorang untuk menderita depresi
pada populasi umum berkisar antara umur 20 dan 40 tahun (dewasa muda),
sedangkan DSM-IV menyatakan bahwa usia rerata onset depresi pada populasi umum adalah pertengahan 20-an
(Kandouw, dkk, 2007).
Dalam
Durand dan Barlow (2006), umur rata-rata onset gangguan depresi berat adalah 25
tahun di dalam komunitas sampel subjek yang tidak menerima penanganan dan 29
tahun untuk pasien-pasien yang menerima penanganan. Tetapi, menurut Kessler dan
kawan-kawan (2003) dalam Duran dan Barlow (2006) umur rata-rata onset ini
tampak cenderung menurun.
F.
PREVALENSI
Prevalensi
seumur hidup dari gangguan depresi dalam Durand dan Barlow (2006) adalah
sebagai berikut :
Umur
|
Prosentase
|
18-29
30-44
45-64
65+
|
5,0
7,5
4,0
1,4
|
Jenis
Kelamin
|
Prosentase
|
Laki-laki
Perempuan
|
2,6
7,0
|
Umur
|
Prosentase
|
Kulit
putih
Kulit
hitam
Hispanik
|
5,1
3,1
4,4
|
Total
|
4,9
|
Gangguan tidak terlalu sering terjadi pada anak-anak
dibanding pada orang dewasa tetapi prevalensinya meningkat tajam pada masa
remaja dan jika terjadi, depresi itu lebih sering dibanding orang dewasa
(Kashani, Hoeper, Beck, dan Corcoran, 1987; Lewinsohn, dkk, 1993; Compas,
Brooks-Gunn, Stemmler, dan grant, 1993).
Depresi dengan onset terlambat berhubungan dengan
kesulitan tidur yang nyata, hipokondiasis dan agitasi. Prevalensi gangguan
depresi berat pada orang lanjut usia sama atau sedikit lebih rendah dibanding
prevalensi dalam populasi secara umum. Ini mungkin disebabkan karena peristiwa stressfull dan memicu episode depresif
cenderung berkurang dengan semakin bertambahnya umur (Durand dan Barlow, 2006).
Di sebuah desa orang Amerika asli, prevalensi seumur
hidup untuk gangguan perasaan yang sebagian disebabkan oleh depresi sebesar
19,4% pada laki-laki dan 36,7% pada perempuan dan 28% secara keseluruhan.
Kondisi sosial dan ekonomi yang memprihatinkan memenuhi semua kondisi untuk
stress kehidupan yang berat dan kronis yang berkaitan erat dengan onset
gangguan depresi berat (Durand dan Barlow, 2006).
Wanita memiliki kecenderungan hamper dua kali lipat
lebih besar daripada pria untuk mengalami depresi mayor (APA, 2000; Blazer
dkk., 1994; Kessler dkk., 1994). Perbedaan dalam risiko relative antara pria
dan wanita bermula pada awal usia remaja dan bertahan hingga paling itdak usia
pertengahan 50 (Barefoot dkk., 2001; Kessler dkk., 1993). Sebuah diskusi panel
yang diselenggarakan oleh American Psychological Association (APA) menyatakan
bahwa perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah
stress yang dihadapi wanita dalam kehidupan kontemporer. Misalnya wanita lebih
cenderung menghadapi factor-faktor kehidupan yang penuh penganiayaan fisik dan
seksual, kemiskinan, orang tua tunggal. Dan diskriminasi gender (Goleman,1990;
McGrath dkk., 1990).
Perbedaan dalam gaya coping juga dapat membantu
menjelaskan tentang kerentanan wanita untuk terkena depresi. Terlepas dari
apakah factor-faktor yang memicu depresi itu biologis, psikologis, atau social;
respon coping seseorang dapat menambah atau mengurangi keparahan dan durasi
dari episode depresi. Nolen dan kolega-koleganya dalam Durand dan Barlow (2006)
menyatakan bahwa pria lebih cenderung untuk mengalihkan pikiran mereka saat
depresi, seperti beralih ke alkohol sebagai self-medication,
sementara wanita lebih cenderung memperbesar depresi dengan merenungkan
perasaan mereka dan kemungkinan penyebabnya.
G.
TERAPI
Terapi
yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat depresi adalah terapi kognitif
perilaku. Dengan terapi kognitif perilaku terjadi perubahan pikiran negatif
menjadi pikiran positif, mampu menciptakan aktivitas menyenangkan, mampu
mengidentifikasi pikiran positif dan negatif serta mampu bersikap asertif dan
meningkatkan kualitas hidup (Haeba dan Moordiningsih, 2009).
Selain
itu, dengan Coping With Depression
(CWD-A) yang termasuk dalam pemberian intervensi Cognitive – Behavioral Therapy (CBT). Terdapat beberapa aspek-aspek
yang diukur mealui kuisioner terkait, yaitu Demographic
Variables (sex, age, and race/ethnicity), Depression Spesific Psychopathology
Factors (age of first MDD (Major Depressive Disorder) onset, number of prior
MDD episodes, depression severity, suicidal ideation), Broader Psychopathology
Factors (current ADHD, current substance disorder, durrent anxiety disorder,
functional impairment, and parent report of problem behaviors), CBT-Specific
Psychosocial Factors (negative thoughts, dysfunctional attitudes, hopelessness
during the past week and frequency of pleasant events), dan Resiliency
Psychosocial Factors (social adjustment, family cohesion, and coping skills)
(Rohde, Seeley, Kaufman, Clarke, dan Stice, 2006).
Hal
tersebut sama dengan yang telah disebutkan dalam Nevid dkk (2005), yaitu terapi
behavioral berfokus pada membantu orang dengan meningkatkan frekuensi reinforcement dalam kehidupan mereka
melalui cara-cara seperti meningkatkan jumlah aktivitas yang menyenangkan
dimana mereka berpartisipasi dan membimbing mereka dalam mengembangkan
keterampilan social yang lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan mereka
dalam memperoleh reinforcement sosial
dari orang lain. Misalnya, program terapi kelompok dengan 12 sesi selama 8
minggu yang diorganisasikan sebagai suatu kursus, Coping With Depression (CWD)
Course.
Terapi
dapat juga dengan pemberian obat-obatan antidepresan dan mengkombinasikannya
dengan pemberian treatment lainnya. Monroe
dkk (2006), pasien yang mengalami gangguan diberikan treatment bulanan yaitu, Maintenance
Interpersonal Psychotherapy (IPT-M), IPT-M dengan impiramine (obat andtidepresan), IPT-M dengan placebo, impiramine dan check up secara rutin ke klinik, dan placebo dengan check up secara rutin ke klinik. Melakukan pengobatan secara aktif,
dapat mengurangi kemungkinan gangguan depresi berulang.
Nevid
dkk (2005) menyatakan bahwa obat-obatan anti depresan dapat meningkatkan
tingkat (berfungsinya) otak dan mungkin fungsi dari neurotransmitter, walaupun
memiliki efek tunda, biasaya membutuhkan beberapa minggu (rata-rata 2-8 minggu)
penanganan sebelum suatu manfaat terapeutik dicapai. Durand-Barlow (2006)
menjelaskan, adanya efek samping ketika mengkonsumsi obat-obatan anti depresan
seperti penglihatan kabur, mulut kering, konstipasi, kesulitan buang air kecil,
mengantuk, berat badan bertambah dan mungkin disfungsi seksual. Berdasarkan
analisis rangkuman dari lebih dari 100 studi (American Psychiatric Association,
2000; Depression Guideline Panel, 1993), tricyclic (imipramine, amitriptyline, desipramine, dan doxepin) mengurangi
depresi pada kira-kira 50% pasien dibanding dengan dengan kira-kira 25%-30%
yang minum pil placebo.
Psikoterapi
interpersonal yaitu piskoterapi yang fokus pada hubungan interpersonal untuk
meningkatkan hubungan dan kemampuan komunikasi serta konsep diri individu.
Penekanannya adalah disini dan sekarang dan pada masalah spesifik bahwa
pengalaman orang-orang depresi pada masa sekarang. Individu diajarkan cara
mengatasi masalah-masalah hidup dan keadaan depresi dengan belajar perilaku
adaptif baru untuk meningkatkan ketrampilan interpersonal dan komunikasi,
terapis interpersonal cenderung fokus pada empat masalah potensial dalam
pengalaman hidup orang depresi yaitu kesedihan, perselisihan peran
interpersonal, peran transisi, dan deficit interpersonal.
Pendekatan
herbal yaitu dengan St John’s Wort bunga berwarna kuning, umumnya tumbuh di
alam liar. Obat herbal ini diyakini oleh banyak orang menjadi pengobatan yang
efektif untuk beberapa bentuk depresi.
Terapi
tertawa, sebagaimana penelitian yang telah dilakukan Nugraheni (Sulistyowati,
2009) tentang pengaruh tertawa terhadap depresi pada usia lanjut di Wirosaban.
Tingkat depresi sesudah dilakukan terapi tertawa sebagian besar tidak terjadi
depresi.
Terapi
dari pandangan psikoanalisis, terapi ini menyelediki jiwa pasien serta membawa impuls-impuls dan
perilaku bawah sadar pasien ke permukaan.
Terapi
musik klasik, penelitian ini dilakukan oleh Jumiatun (Sulistiyowati, 2009) yang
menunjukkan adanya perbedaan perilaku antara sebelum dan sesudah diberikan
terapi musik klasik pada pasien.
SINAPS DAN
NEUROTRANSMITTER
v
Mengapa dia merasa sedih,kehilangan minat dan
kegembiraan ?
Scenario: pasien di PHK
Badan sel neuron adrenergik yang
menghasilkan norepinefrin terletak di locus ceruleus(LC) batang otak dan
berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal ganglia, hipotalamus dan
talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan keterjagaan (proyeksi ke
limbiks dan korteks). Proyeksi
noradrenergik ke hipokampus terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap
stressor dan pemanjangan aktivasi locus ceruleus dan juga berkontribusi
terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula
adrenal dan sumber utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi LC, fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC, selanjutnya ke komponen simpatoadrenal sebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif dapat memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak) meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan. Stressor yang menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial. Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi LC, fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC, selanjutnya ke komponen simpatoadrenal sebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif dapat memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak) meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan. Stressor yang menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial. Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi.
Etiologi :
faktor
biologi
· Amin Biogenik
Amin biogenik. neurouansmiter amin biogenik adalah: norepinefrin, serotonin, dopamin, GABA dan neuroendokren.
NOREPINEFRIN.
reseptor adrenergik-alfa2, karena aktivasi reseptor
tersebut => ↓ jumlah norepinefrin yang di lepaskan.
reseptor
adrenergik-alfa2 juga berlokasi pada neuron serotonergik dan mengatur jumlan
serotonin yang dilepaskan.
SEROTONIN
à penurunan serotonin => depresi, dan beberapa pasien
yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin di dalam cairan
serebrospinalis yang rendah dan konsentrasi tempat ambilan serotonin yang
rendah di trombosit, seperti yang diukur oleh imipramin (Tofranil) yang
berikatan dengan trombosit.
DOPAMIN
à Aktivitas dopamin
menurun pada depresi dan meningkat pada mania. penelitian tentang
hubungan antara dopamin dan gangguan mood.
bahwa jalur dopamin mesolimbik mengalami disfungsi pada depresi dan bahwa
reseptor dopamin tipe 1 (DI) hipoaktif
pada depresi.
FAKTOR NEUROKIMIA LAIN
(GABA)
à
Neurotransmiter asam amino, khususnya gamma-aminobutyric acid (GABA) dan
peptida neuroaktif (khususnya vasopresin dan opiat endogen) =>
patofisiologi gangguan mood.
Beberapa
peneliti telah menyatakan bahwa sistem pembawa kedua (second-messenger),
seperti: adenylate cyclase,
phosphotidylinositol, dan regulasi kalsium juga memiliki relevansi penyebab.
· NEUROENDOKRIN
ü Hipotalamus sebagai pusat regulasi sumbu
neurohormonal dan hipotalamus menerima banyak masukan (input) neuronal yang
menggunakan neurotransmiter amin biogenik.
ü Sumbu neuroendokrin utama ggn mood
adalah: sumbu adrenal, tiroid, dan
hormon pertumbuhan.
ü Kelainan neuroendakrin
lainnya adalah:
ü ↓ sekresi
nokturnal melantonin, ↓ pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan, ↓
kadar follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinzing hormone (LH), dan ↓
testosteron pada laki-laki.
è faktor psikososial
Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan.
peristiwa kehidupan (clefts) melepaskan
corticotropin-releasing hormone (CRH), menstimulasi pelepasan hormon
adrenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis anterior. ACTH => pelepasan
kortisol dari korteks adrenal. Kortisol memberikan umpan batik (feed back)
pada jaringan kerja melalui sekurangnya dua mekanisme:
- mekanisme
umpan balik cepat, peka terhadap kecepatan peningkatan konsentrasi kortisol,
beroperasi melalui reseptor kortisol di hipokampus dan menyebabkan ↓ pelepasan
ACTH;
- mekanisme
umpan batik lambat, sensitif terhadap konsentrasi kortisol, bekerja melalui
reseptor hipofisis dan adrenal.
è Faktor genetik
Penelitian keluarga.
• saudara
derajat pertama penderita ggn bipolar I => 8 - 18 kali > saudara derajat
pertatma subjek kontrol untuk menderita gangguan bipolar I & 2-10 kali
lebih menderita ggn depresif berat.
• saudara
derajat pertama penderita ggn depresif berat => 1,5-2,5 kali > saudara
derajat pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipolar I dan 2-3 kali
lebih mungkin menderita gangguan depresif berat.
Penelitian adopsi.
• Anak biologis
dari orang tua yg menderita, berada dlm risiko menderita ggn mood, bahkan jika
dibesarkan oleh keluarga angkat yg tidak menderita gangguan.
Penelitian kembar.
• Anak kembar
menunjukkan bahwa angka kesesuaian untuk gangguan bipolar I pada kembar
monozigotik adalah 33-90 %, untuk ggn depresif berat angka adalah 50 %.
• Sebaliknya, angka kesesuaian
pada kembar dizigotik adalah 5-25 % untuk ggn bipolar I dan 10-25 % untuk ggn
depresif berat.
è faktor kepribardian pramorbid
Ø Tipe kepribadian: dependen,
obsesif-kompulsif, histeriakal risiko > ggn depresi daripada tipe
kepribadian antisocial, paranoid, dan lainnya yang menggunakan proyeksi dan
mekanisme pertahanan mengeksternalisasikan lainnya.
Sinopsis Psikiatri Jilid
I, Kaplan dan Sadock
Jaringan otak terdiri atas berjuta-juta sel otak yang disebut neuron. Sel ini terdiri atas badan sel, ujung axon dan dendrit. Antara ujung sel neuron satu dengan yang lain terdapat celah yang disebut celah sinaptik atau sinapsis. Satu neuron menerima berbagai macam informasi yang datang, mengolah atau mengintegrasikan informasi tersebut, lalu mengeluarkan responsnya yang dibawa suatu senyawa neurokimiawi yang disebut neurotransmiter. Terjadi potensial aksi dalam membran sel neuron yang memungkinkan dilepaskannya molekul neurotransmiter dari axon terminalnya (prasinaptik) ke celah sinaptik lalu ditangkap reseptor di membran sel dendrit dari neuron berikutnya. Terjadilah loncatan listrik dan komunikasi neurokimiawi antar dua neuron. Pada reseptor bisa terjadi “supersensitivitas” dan “subsensitivitas”. Supersensitivitas berarti respon reseptor lebih tinggi dari biasanya, yang menyebabkan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik lebih banyak jumlahnya yang berakibat naiknya kadar neurotransmiter di celah sinaptik tersebut. Subsensitivitas reseptor adalah bila terjadi sebaliknya. Bila reseptor di blok oleh obat tertentu maka kemampuannya menerima neurotransmiter akan hilang dan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik akan berkurang yang menyebabkan menurunnya kadar (jumlah) neurotransmiter tertentu di celah sinaptik.
Suatu kelompok neurotransmiter adalah amin biogenik, yang terdiri atas enam neurotransmiter yaitu dopamin, norepinefrin, epinefrin, serotonin, asetilkholin dan histamin. Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin disintesis dari asam amino yang sama, tirosin, dan diklasifikasikan dalam satu kelompok sebagai katekolamin. Serotonin disintesis dari asam amino triptofan dan merupakan satu-satunya indolamin dalam kelompok itu. Serotonin juga dikenal sebagai 5-hidroksitriptamin (5-HT).
Selain kelompok amin biogenik, ada neurotransmiter lain dari asam amino. Asam amino dikenal sebagai pembangun blok protein. Dua neurotransmiter utama dari asam amino ini adalah gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glutamate. GABA adalah asam amino inhibitor (penghambat), sedang glutamate adalah asam amino eksitator. Kadang cara sederhana untuk melihat kerja otak adalah dengan melihat keseimbangan dari kedua neurotransmiter tersebut.
Bila oleh karena suatu hal, misalnya subsensitivitas reseptor-reseptor pada membran sel paskasinaptik, neurotransmiter epinefrin, norepinefrin, serotonin, dopamin menurun kadarnya pada celah sinaptik, terjadilah sindrom depresi. Demikian pula bila terjadi disregulasi asetilkholin yang menyebabkan menurunnya kadar neurotransmiter asetilkolin di celah sinaptik, terjadilah gejala depresi.
Monoamin dan Depresi
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE dan serotonin, dapat menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang bekerja meningkatkan monoamin di sinap. Peningkatan monoamin dapat memperbaiki depresi.
MAOI menghambat monoamin oksidase i dalam otak dan di seluruh tubuh. Dengan menghambat MAO di dalam otak, makin sedikit norefionefrin yang dimetabolisme sehngga meningkatkan ketersediaannya dalam sinaps.
Serotonin
Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus. Proyeksi ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di lokasi yang berbeda di susunan syaraf pusat.
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA). Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak motorik yang terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia dan reptilia.
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-HT2A pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda kerentanan terhadap kekambuhan depresi.
Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien depresi yang remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita depresi. Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.
Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi. Penurunan ini sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan HPA aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak sesuai dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor didapatkan penumpulan respon serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw adanya gangguan serotonin pada depresi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar