MODUL PERILAKU dan JIWA
LBM 1 “Tingkah Laku Aneh”
SGD 13
STEP 1
1. NAPZA : Narkotik,Psikotropika,Zat
adiktif
2. Katalepsi : keadaan penurunan daya
tanggap ditandai dg keadaan immobile,biasanya spt kerasukan dan kekakuan otot
spt lilin,mempertahankan gerakan aneh dlm waktu yg lama.biasanya timbul pd
kelainan organic dan psikologik,nama laian fleksibilitas cerea/lilin.
3. GAF : penilaian fungi scr menyeluruh
tramsuk diagnosis scr multiaksial.
4. Gangguan Jiwa : sindrom/pola
perilaku/psikologi seseorang yg scr klinik cukup bermakna dan scr khas
berkaitan dgn suatu gejala penderitaan(distress/impairment/disability) dlm 1
atau lebih dr fungsi kehidupan manusia.
5. Psikotik : gangguan jiwa yg ditandai
dg ketidakmamouan individu menilai keadaan yg tjd,misal trdapat halusinasi atau
perilaku aneh lainnya.
6. Stressor : suatu hal yg memicu
timbulnya keadaan tertekan/stress.
STEP 2
1. Apakah gejala penderita yg sering
melamun selama 2bulan termasuk akut/kronis?
2. Mengapa tahan duduk berjam2 tanpa
bergerak?
3. Mengapa melakukan gerakan aneh selama
berjam2?
4. Bagaimana bias mendengar suara2 lucu
hingga tertawa sendiri,termasuk gejala apa itu? Macam2 halusinasi ?
5. Beda halusinasi dengan waham?
6. Px fisik dan lab apa yg diperlukan
dan interpretasinya?
7. Skor GAF?
8. Macam2 stressor?
9. Derajat stressor dan contoh2nya ?
10. Bagaimana stressor dpt memicu
timbulnya gangguan jiwa?
11. Gangguan jiwa
a. Etiologi
b. Factor predisposisi
c. Klasifikasi
d. Gejala dan tanda
e. Diagnosis
12. Gangguan sikap dan tingkah laku ?
13. GANGGUAN JIWA PSIKOTIK
STEP 3
1. Apakah gejala penderita yg sering
melamun selama 2bulan termasuk akut/kronis?
Akut tanpa gejala psikotik : dlm 2 minggu,tanpa ada gejala skizophrenia
Akut dgn gejala psikotik : 1 bulan dgn gejala skizophrenia
Kronis :
2. Mengapa tahan duduk berjam2 tanpa
bergerak? Mengapa melakukan gerakan aneh selama berjam2?
Ada pengaruh dr neurotransmitter serotonin dan dopamine.
Dopamine meningkat di area nigrostriatal. Adanya kerusakan atropi pd
dendrite à neurotransmitter eksitatorik bertambahàtdk seimbangàgejala positif.
Gejala positif : gerakan yg berlebihan,dll
Gejala negative : emosi kurang,aktivitas menurun,dll.
3. Bagaimana bias mendengar suara2 lucu hingga
tertawa sendiri,termasuk gejala apa itu? Macam2 halusinasi ?
a. Halusinasi akustik : mendengar
sesuatu sendiri
b. Halusinasi Visual :
c. Olfaktorik :
d. Perabaan :
e. Pengecap :
f.
Haptik
:
g. Kinestetik :
h. Autoskopi : melihat bayangan dirinya
sendiri
4. Beda halusinasi dengan waham?
Halusinasi : penerapan tanpa adanya rangsang apapun pd panca indra,yg tjd
pd keadaan sadar. Dasarnya mungkin organic,fungsional. Gangguan persepsi yg
tanpa objek.
Ilusi : gangguan persepsi dgn adanya objek.
Waham : suatu pikiran yg salah,tdk berdasarkan logika,yakin dgn
pemahamannya walapun pikirannya salah.
5. Skor GAF?
6. Macam2 stressor?
Stress dlm bentuk konflik,kekecewaan,ancaman
Sumber
Stressor akademik
Stressor keluarga
Stressor pekerjaan
Stressor lingkungan
7. Derajat stressor dan contoh2nya?
8. Bagaimana stressor dpt memicu
timbulnya gangguan jiwa?
9. Gangguan jiwa
a. Etiologi :
·
Factor
fisiologis & biologis : spt tjd kerusakan pd otak,kegaglan perkembangan
otak,cacat fisik lainnya yg berpengaruh thd perkembangan otak. Faktor2 ini
disebut somatogenetik.
·
Factor
psikologis : spt rasa sepi,stress,kecemasan dan sebagainya disebut psikogenik
·
Factor
lingkungan : spt peperangan,kerusuhan,kelaparan,lingkungan sekolah.
b. Factor predisposisi
Status ekonomi,tingkat
pendidikan rendah,urbanisasi,hipoksi perinatal,lingkungan
keluarga,stressor,napza,pergaulan social,pekerjaan.
c. Klasifikasi
Gangguan jiwa Ringan:
(neurosis) misal cemas,phobia,dll
Gangguan jiwa Berat :
(psikotik),sudah kehilangan realitasnya.
Psikotik (organic,fungsional)
d. Gejala dan tanda
Ringan
Berat
e. Diagnosis
f.
Px
fisik dan lab apa yg diperlukan dan interpretasinya?
10. Gangguan sikap dan tingkah laku ?
11. Gangguan jiwa psikotik ?
DIAGNOSIS
Mas Panggi : skizophrenia paranoid
Subhan : skizophrenia katatonik
Gede Adhi : skizophrenia katatonik
Depi : skizophrenia paranoid
Mas Rahmawan : skizophrenia katatonik
Ermando : skizophrenia
Amalia : Skizophenia katatonik
Dwi Purbo : skizophrenia katatonik
Erina : skizophrenia katatonik
Noviana : skizophrenia hebefrenik
Tasia : Skizophrenia katatonik
Udtiek : Skizophrenia katatonik
Marlin : skizophrenia katatonik/hebefrenik
STEP 4
STEP 5
STEP 6
STEP 7
1. Apakah gejala penderita yg sering
melamun selama 2bulan termasuk akut/kronis?
·
Akut
tanpa gejala psikotik : dlm 2 minggu,tanpa ada gejala skizophrenia
·
Akut
dgn gejala psikotik : 1 bulan dgn gejala skizophrenia
Sumber : PPDGJ III
·
Dr
kaplan skizophrenia selama 6 bulan masih dikatakan akut.
2. Mengapa tahan duduk berjam2 tanpa
bergerak? Mengapa melakukan gerakan aneh selama berjam2?
Terdapat gangguan sikap dan perilaku
3. Bagaimana bisa mendengar suara2 lucu
hingga tertawa sendiri,termasuk gejala apa itu? Macam2 halusinasi ?
4. Beda halusinasi dengan waham?
-
HALUSINASI
Adl
persepsi panca-indra tanpa rangsangan pd reseptor2 panca indra (persepsi tanpa
obyek)
a. Mrpkan
gejala psikiatrik yang gawat (serius), halusinasi pendengaran sering dijumpai
pd skizofrenia,
halusinasi visual sering pd penderita dg psikosa yang akut
b. Dapat terjadi pada orang normal : halusinasi hypnagogik
c. Jenis2
halusinasi :
1. Halusinasi
pendengaran (Akustik)
Sering berbentuk :
·
Akoasma :
suara2 yg kacau tapi tidak bisa dibedakan secara tegas
·
Phonema :
suara2 tg berbentuk suara jelas, spt yang berasal sari mns, shg menderita
mendengar kata2 atau kalimat2 ttt.
2. Halusinasi
penglihatan (visuil)
·
Sering disertai dengan kesadaran menurun atau
berkabut
·
Khas bnyk dijumpai pd keadaan Delirium ok
penyakit infeksiakut atau psikosa organic.
3. Halusinasi
olfaktorik (pembauan)
·
Sering didapatkan pd keadaan skizofrenia n keadaan
lesi dr lobus temporalis.
4. Halusinasi
gustatorif (rasa-lidah/pengecap)
·
Halusinasi gustatorif Murni jarang ditemukan,
seringnya ditemui bersama dg Halusinasi olfaktorius
5. Halusinasi
taktil (perabaan)
·
Sering dijumpai pd keadaan toksik, mis :
delirium tremens n jg pd adiksi kokain.
6. Halusinasi
haptik
·
Mrpkan swtu persepsi, seolah2 tbh sndr
bersentuhan/bersinggungan scr fisik dg mns lain atau benda lain
7. Halusinasi
kinestetik
·
Penderita merasa bhw anggota tubuhnya terlepas
dr tbhnya, mengalami perubahan bntk n bergerak sndr.
·
Sering dijmpai pd skizofrenia n keadaan2 toksik. Jg keracunan
mescalin psilocybin n d-LSD-25
8. Halusinasi
autoskopi
·
Penderita seolah2 melihat dirinya dihadapannya²
·
Halusinasi hipnagogik : sebelum tidur
·
Halusinasi hipnopompik : setelah bangun tidur
·
Halusinasi akibat penggunaaan obat2 parkinson
yg lama. Spt : eskalin,analgetik (tramadol),
Ø Waham
-
Adl suatu keyakinan atau pikiran yg salah
karena bertentangan dg kenyataan
-
Sifat atau ciri2 waham :
1. Buah
pikiran ini selalu mengenai diri sendiri atau egosentris
2. Selalu
bertentangan dengan realitas
3. Selalu
bertentangan dg logika
4. Penderita
percaya 100% terhadap kebenaran pikiran
5. Tidak
dpt dirubah oleh orang lain, sekalipun dg jalan yg logis dan rasional
-
Perbedaan Waham dikejar Vs Waham curiga Vs
Waham persekutorik
è Waham
dikejar : penderita merasa
dikejar2 olah orang lain
è Waham
curiga : penderita merasa
selalu di sindir oleh orang lain.
è Wahampersekutorik : penderita merasa diganggu, ditipu atau disiksa
oleh orang lain
-
Perbedaan waham curiga Vs Waham cemburu
è Waham
curiga : pasien merasa selalu
disindir oleh orang lain (curiga terhadap sekitar, cth : orang lain tersenyum,
tetapi diartikan spt menyindir dirinya)
è Waham
cemburu : pasien merasa sll cemburu
pd orang lain, cth : penderita sll cemburu dg pasangannya (berlebihan)
-
Perbedaan waham hipokondria Vs Waham somatic
è Waham
hipokondria : keprihatinan yg
berlebihan ttg kesehatan pasien yg didasarkan bukan pd patologi organic yg
nyata.
è Waham
somatic : keyakinan palsu
menyangkut fungsi tubuh pasian, cth : keyakianan bahwa otak penderita mencair, jantung bocor²
è Waham
kebesaran : merasa dirinya keturunan raja,orang hebat,orang kaya,dll.
è Psikiatri : Simtomatologi II,
FK UNDIP
5. Skor GAF?
- 100-91 : gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tak tertanggulangi
- 90-81 : gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa
- 80-71 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social, pekerjaan, sekolah, dll.
- 70-61 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.
- 60-51 : gejala sedang ( moderate), disabilitas sedang
- 50-41 : gejala berat (serious), disabilitas berat
- 40-31 : beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi
- 30-21 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi hamper semua bidang
- 20-11 : bahaya mencederai diri / orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri
- 10-01 : seperti di atas à persisten dan lebih serius
- 0 : informasi tidak adekuat
100 - 91
|
-
Fungsi
superior dalam berbagai aktivias,
-
Masalah kehidupan tidak
pernah keluar kendali,
-
Dicari oleh orang lain
karena kualitas positifnya yang banyak.
-
Tidak ada gejala.
|
90 –
81
|
û Tidak ada gejala / gejala minimal (mis. Kecemasan ringan sebelum ujian),
û Fungsi
yang baik dalam semua bidang,
û Tertarik
dan terlibat dalam berbagai aktivitas,
û Efektif
secara social,
û Biasanya
puas dengan kehidupan,
û Tidak
lebih dari masalah / kekhawatiran setiap hari (mis. Kadang-kadang berdebat dengan anggota keluarga).
|
80 –
71
|
o
Jika ditemukan gejala, gejalanya adalah sementara dan merupakan
reaksi yang
dapat diperkirakan terhadap stressor psikososial (mis. Sulit konsentrasi setelah berdebat dengan keluarga),
o
Tidak lebih dari gangguan
pada fx social, pekerjaan, atau sekolah (mis. Kadang-kadang tertinggal dalam pelajaran
sekolah).
|
70 –
61
|
Beberapa gejala
ringan (mis. Mood terdepresi
& insomnia ringan) ATAU beberapa kesulitan dalam fx
social, pekerjaan, atau sekolah (mis. Kadang-kadang
membolos, atau mencuri dalam rumah
tangga), tetapi biasanya berfungsi cukup baik, memiliki hubungan
interpersonal yang penuh arti.
|
60 –
51
|
Gejala sedang (mis.
Afek datar & bicara
sirkumstansialitas, kadang-kadang serangan panik) ATAU kesulitan sedang
dalam fx social, pekerjaan, atau sekolah (mis. Sedikit teman, konflik dengan teman sebaya/teman kerja).
|
50 –
41
|
Gejala serius (mis.
Ide bunuh diri, ritual obsesional
berat, sering mencuri) ATAU tiap gangguan yang serius
pada fx social, pekerjaan, atau sekolah (mis. Tidak memiliki teman, tidak mampu bertahan bekerja).
|
40 -
31
|
Beberapa disabilitas dalam
hubungan dengan realita &
komunikasi, disabilitas
berat dalam beberapa fungsi
|
30 -
21
|
Disabilitas berat dalam
komunikasi & daya nilai, tidak
mampu berfungsi di semua bidang
|
20 -
11
|
Bahaya mencederai diri/ orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi & mengurus diri
|
10 -
01
|
Seperti di atas à persisten dan lebih serius
|
0
|
Informasi
tidak adekuat
|
6. Macam2 stressor?
a. Physical Stressors result from
internal physical symptoms, such as headaches, stomach problems, etc., and
external physical stressors, such as heat, cold, excessive noise, etc.
b. Psychological Stressors arise from time
pressures or the unrealistic expectations we place on ourselves or allow to be
placed on us by others, such as, "you must be perfect," "you
must know everything," or "you must suppress your feelings at all
costs." An irrational belief, for example is "doctors don't get
sick with illnesses such as: anxiety, depression, psychiatric disorders."
Fatigue and time demands can lead to anxiety, depression, and substance abuse.
c. Familial Stressors can arise from
relationship problems with parents, spouses and children. Medical students face
competing time demands for family and education.
d. Family Problems can tax important
resourses like time and money, and often require immediate attention.
e. Financial Stressors are common for
medical students. Often medical students do not have the time to have
jobs. Students loans are a burden shared by most medical students.
Medical students face challenges in whether they can make it by with their
current funds or must they acquire another student loan.
f. Spiritual Stressors arise when basic
spiritual values or beliefs are reformulated, called into question,
disregarded, or when time constraints impede on spiritual growth or attendance
at services. Neglect of spiritual needs contributes to higher levels of
stress and impairment.
g. Social Stressors are abundant and
can arise in any context where interpersonal relationships exist, like school,
work, church, and community. The loss of contact with friends and family
contributes to feelings of loneliness among busy students. Stress can
arise from continued forced contact with individuals with whom you may not
share the same values or beliefs.
h. Academic Stressors change as the
student progresses through school. The first two years, the student faces
competition and fear of failure. As the student proceeds into the later years
of education, stressors are experienced by the student, such as fears of
increasing responsibility, death of patients, fear of infection or bodily harm,
and discomfort with discussing sexual issues.
i. Clinical Stressors include
difficulties in dealing with the chain of command/pecking order common for
students. Coping with hierarchy and the authoritative environment
is troubling for students.
Ada 3 sumber
utama bagi stress, yaitu :
- Cuaca,
kebisingan, kepadatan,
- Tekanan
waktu, standard prestasi, berbagai ancaman terhadap rasa aman dan harga diri
- Tuntutan hubungan
antar pribadi, penyesuaian diri dengan teman, pasangan, dengan perubahan keluarga
2. Fisiologik
~ dari tubuh kita
-
Perubahan kondisi tubuh: masa remaja; haid, hamil, meno/andropause,
proses menua, kecelakaan, kurang gizi,
kurang tidur >tekanan terhadap tubuh
- Reaksi tubuh : reaksi terhadap ancaman &
perubahan lingkungan
mengakibatkan perubahan pada tubuh
kita, menimbulkan stress.
3. Pikiran kita ~ pemaknaan diri dan lingkungan
Pikiran
menginterpretasi dan menerjemahkan pengalaman perubahan
dan menentukan kapan menekan tombol panik. Bagaimana kita memberi
makna/label pada pengalaman dan antisipasi ke depan, bisa membuat kita relax
atau stress.
Menurut Selye
(1984) , stress bisa dibedakan atas dasar sifat stressornya, apakah peristiwa negative, disebut
’distress’; tetapi bisa juga stress
diakibatkan peristiwa positif, misalnya tiba-tiba mendengar mendapat undian,
atau hadiah besar yang tak terduga, dalam hal ini stressnya disebut
‘Eustress’
- Penilaian stressor
Didasarkan pada penilaian dokter terhadap stres yang akan
dialami oleh orang rata-rata dengan nilai sosiokultural dan situasi dan situasi
yang mirip saat mengalami stresor psikososial dengan mempertimbangkan jumlah
perubahan kehidupan seseorang karena stresor, derajat mana peristiwa diharapkan
dan dalam kontrol seseorang dan jumlah stresor.
- Macam stresor
i.
Positif, misalnya kenaikan jabatan
ii.
Negatif, misalnya kehilangan orang yang
dicintai
Sinopsis psikiatri, Kaplan dan Sadock
Derajat stressor dan contoh2nya ?
Stres adalah
keadaan yang disebabkan oleh adanya tuntutan internal maupun eksternal
(stimulus) yang dapat membahanyakan, tak terkendali atau melebihi kemampuan
individu sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun
psikologis (respon) dan melakukan usaha-usaha penyusuaian diri terhadap situasi
tersebut (proses). Skala adaptasi stres Perubahan Hidup Holmes dan Rahe adalah
skala yang digunakan untuk mengukur tingkat stres pada individu yang terdiri
dari 31 peristiwa perubahan hidup yang dialami selama 1 tahun. Penilaian yang
dilakukan dengan seoring. Skor > 150 menunjukkan adanya stres dan skor <
150 menujukkan tidak adanya stres (Al Banjary, 2009)
Stres adalah
respons tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan yang terganggu,
suatu penomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak
dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres member dampak secara total
pada individu yang terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial dan
spiritual, stress dapat mengancam keseimbangan fisiologis (Rasmus, 2004), .
Yang dimaksud dengan stress (Hans Selye) adalah respons
tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya.
Misalnya bagaimana respons tubuh seseorang manakala yang bersangkutan mengalami
beban pekerjaan yang berlebihan. Bila ia sanggup sanggup mengatasinya artinya
tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan
tidak mengalami stress. Tetapi sebaliknya bila ternyata ia mengalami gangguan
pada satu atau lebih oraga tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat
menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distress
. (Dadang, 2004),
Tahapan Stres
1.5.1. Stres Tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stress
yang paling ringan, dan biasanya di sertai dengan perasaa-perasaan sebagai
berikut :
a. Semangat bekerja besar, berlebihan
(over acting)
b. Penglihatan “tajam” tidak
sebagaimana biasanya
c. Merasa mapu menyelesaikan pekerjaan
lebih dari biasanya, namun tanpa di sadari cadangan energy dihabiskan (all out)
disertai rasa gugup yang berlebihan pula
d. Merasa senag dengan pekerjaannya
itu dan semakin bertambah semangat, namun tanpa di sadari cadangan energy
semakin menipis.
1.5.2. Stres Tahap II
Dalam tahapan ini dampak stress yang
semula “menyenangkan” sebagaimana yang di uraikan pada tahap I di atas mulai menghilang,
dan timbul keluhan-keluhan yang di sebabkan karena cadangan energy tidak lagi
cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk
beristirahat.Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada
pada stress tahap II adalah sebagai berikut :
a. Merasa letih sewaktu bangun pagi,
yang seharusnya merasa segar.
b. Merasa mudah lelah sesudah makan
siang
c. Lekas merasa capai menjelang sore
hari
d. Sering mengeluh lambung atau perut
tidak nyaman (bowel discomfort)
e. Detakan jantung lebih keras dari
biasanya (berdebar-debar)
f. Otot-otot punggung dan tengkuk
terasa tegang
g. Tidak bias santai
1.5.3. Stres Tahap III
Bila seseorang itu tetap memaksakan
diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana di
uraikan pada stress tahap II tersebut diatas, maka yang bersangkutan akan
menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu yaitu :
a. Gangguan lambung dan usus semakin
nyata, misalnya keluhan “maag” (gastritis), buang air besar tidak teratur
(diare).
b. Ketegangan otot-otot semakin terasa
c. Perasaan ketidak tenangan dan
ketegangan emosional semakin meningkat
d. Ganguan pola tidur (insomnia)
misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah
malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/dini
hari tidak dapat kembali tidur (lae insomnia)
e. Koordinasi tubuh terganggu (badan
terasa oyong dan serasa mau pingsan)
1.5.4. Stres tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu
memeriksakan diri ke dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stress tahap III
diatas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan
kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya.Maka gejala stress tahap IV akan
muncul :
a. Untuk bertahan sepanjang hari saja
sudah terasa amat sulit
b. Aktivitas pekerjaan yang semula
menyenangkan dan mudan di selesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit
c. Yang semula tanggapan terhadap
situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate)
d. Ketidak mampuan untuk melaksanakan
kegiatan rutin sehari-hari
e. Gangguan pola tidur di sertai
dengan mimpi-mimpi yang menyenagkan
f. Sering kali menolak ajakan
(negativism) karena tiada semangat dan kegairahan
g. Daya konsentrasi dan daya ingat
menurun
h. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan
yang tidak dapat di jelaskan apa penyebabnya
2.1.5.5. Stres tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang
itu akan jatuh dalam stress tahap V yang di tandai dengan hal-hal berikut :
a. Kelelahan fisik dan mental yang
semakin mendalam (physical and psychological exhaustion)
b. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan
pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana
c. Gangguan system pencernaan semakin
berat (gastrointestinal disorder)
d. Timbul perasaan ketakutan dan
kecemasan yang semakin meningkat, mudah binggung dan panic
1.5.6. Stres Tahap VI
Tahap ini merupakan tahap klimaks, seseorang mengalami
serangan panic (panic attack) dan perasaan takut mati tidak jarang orang yang
mengalami stress tahap IV ini berulang kali di bawa ke UGD bahkan ke ICCU,
meskipun pada akhirnya di pulangkan karena tidak di temukan kelainan fisik
organ tubuh. Gambaran stress tahap VI ini adalah sebagai berikut :
a. Debar jantung teramat keras
b. Susah bernafas (sesak dan
megap-megap)
c. Sekujur badan terasa gemetar,
dingin dan keringat bercucuran
d. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang
ringan
e. Pingsan atau kolaps (collaps).
(Dadang, 2004)
Reaksi Tubuh Terhadap Stres
Sebagaimana telah disebutkan dimuka
bahwa yang dimaksud dengan stress adalah reaksi atau respon tubuh terhadap
stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Kecuali
gejala-gejala tahapan stress maupun perubahan perilaku yang telah di uraikan di
muka, maka seseorang yang mengalami stress dapat pula di lihat atupun di
rasakan dari perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya misalnya antara
lain:
a. Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat,
lambat laun mengalami perubahan warna menjadi kecoklat-coklatan serta kusam.
b. Mata
Ketajaman mata sering kali terganggu
misalnya kalau membaca tidak jelas karena kabur
c. Telinga
Pendengaran sering kali terganggu
dengan suara berdenging (tinitus)
d. Daya pikir
Kemampuan berfikir dan mengingat serta
konsentrasi menurun.Orang menjadi pelupa dan sering kali mengeluh sakit kepala
atau pusing.
e. Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stress Nampak
tegang, dahi berkerut, mimic Nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar
untuk senyum/tertawa dan kulit muka kedutan (tin facialis)
f. Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga
seseorang sering minum. Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada
ganjalan sehingga ia sukar menelan, hal ini di sebabkan karena otot-otot
lingkar di tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps) sehingga serasa
“tercekik”
g. Kulit
Pada orang yang mengalami stress
reaksi kulit bermacam-macam pada kulit dari sebahagian tubuh terasa panas atau
dingin atau keringat berlebihan.
h. Sistem pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang
mengalami stress dapat terganggu misalnya nafas terasa berat dan sesak di
sebabkan terjadi penyempita pada saluran pernafasan mulai dari hidung,
tenggorokan dan otot rongga dada
i. System Kardiovasculer
Sistem jantung dan pembuluh darah atau
kardiovasculer dapat terganggu faalnya karena stress
j. Sistem pencernaan
Orang yang mengalami stress sering
kali mengalami gangguan pada system pencernaannya.Misalnya, pada lambung terasa
kembung, mual dan pedih.
k. Sistem perkemihan
Orang yang sedang menderita stress
faal perkemihan (air seni ) dapat juga terganggu.Yang sering di keluhkan orang
adalah frekuensi untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya messkipun ia
bukan penderita kencing manis (diabetes mellitus)
l. Sistem otot dan tulang
Stress dapat pula menjelma dalam
bentuk keluhan-keluhan pada otot dan tulang (musculosceletal). Yang bersangkutan
sering mengeluh otot terasa sakit (keju) seperti di tusuk-tusuk, pegal dan
tegang
m. Sistem Endokrin
Gangguan pada system endokrin
(hormonal) pada mereka yang mengalami stress adalah kadar gula yang meninggi,
dan bila hal ini berkepanjangan bias mengakibatkan penyakit kencing manis
(diabetes mellitus)
n. Libido
Kegairahan seseorang di bidang seksual
dapat pula terpengaruh karena stress. (Dadang, 2004)
2.1
Karakteristik Stres
Tak
terhitung banyaknya peristiwa yang menyebabkan stres, terutama peristiwa yang
mengakibatkan
perubahan besar, yang dampaknya mempengaruhi banyak orang, misalnya
bencana alam
seperti gempa bumi dan perang. Dapat juga berupa peristiwa yang
menyebabkan
perubahan besar dalam kehidupan individu, misalnya pindah rumah, ditinggal
karena
kematian oleh orang yang disayangi, menikah, menderita penyakit serius,
kehilangan
pekerjaan
dan sebagainya. Jadi, sumber stres dapat berada dalam diri individu, berbentuk
motif
atau keinginan yang bertentangan. Secara garis besar, sumber stres dapat
dikategorikan
sebagai
berikut:
2.1.1 Traumatic
Events
Merupakan
sumber stres yang paling dikenali, yaitu situasi bahaya yang ekstrim, yang
berada
diluar rentang pengalaman manusia yang lazim, misalnya bencana alam seperti
gempa
bumi dan
tsunami; maupun bencana buatan manusia seperti perang ataupun peristiwa nuklir,
kecelakaan
berat misalnya tabrakan pesawat, dan penyerangan fisik seperti pemerkosaan atau
upaya
pembunuhan.
10
Pola
perilaku umum (disaster syndrome) reaksi terhadap traumatic events yaitu:
Pada
awalnya,
individu menjadi bingung melompong dan menunjukkan ketidaksadaran atas
bahaya
atau luka-lukanya. Mereka mondar-mandir tak berarah tujuan, dan mungkin
menempatkan
diri mereka dalam risiko cedera lainnya.
Kemudian,
korban selamat masih dalam keadaan pasif dan tak mampu melakukan
tugas
sederhana sekalipun, tetapi mereka telah dapat mengikuti perintah. Dalam tahap
ketiga,
korban
menjadi cemas dan takut, sukar berkonsentrasi, dan mungkin mengulang-ulang
cerita
tentang
bencana yang dialaminya. Tentunya, derajat stressful berbeda-beda pada
tiap
individu,
tergantung pula dari karakteristik peristiwa stressful lainnya.
2.1.1.1 Controllability
Semakin
tampak tak terkendalikannya suatu peristiwa, besar kemungkinan peristiwa
itu
dianggap stressful. Peristiwa tak terkendalikan terutama kematian orang
yang dicintai,
dipecat,
atau menderita penyakit serius. Sedangkan peristiwa ringan yang terkendalikan
misalnya
teman yang menolak untuk memaafkan atas kesalahanmu, atau gagal berangkat
karena
kehabisan tiket pesawat. Alasan yang dapat dipahami bahwa peristiwa tak
terkendali
sebagai
peristiwa stressful adalah jika kita tidak dapat mengendalikannya, maka
kita tidak
dapat
mencegahnya terjadi.
Keyakinan
bahwa kita dapat mengendalikan suatu peristiwa akan memperkecil
pengaruh
peristiwa itu, walaupun kita tidak pernah mengalami peristiwa tersebut.
2.1.1.2 Predictability
Mampu
memprediksi atas terjadinya peristiwa stres, walaupun individu tidak dapat
mengendalikannya,
namun biasanya dapat menurunkan derajat stress. Manusia pada
umumnya
memilih kejutan yang dapat diprediksi ketimbang yang tidak dapat diprediksi.
Mereka
menunjukkan gangguan emosional yang lebih ringan dan lebih sedikit melaporkan
keadaan distress
sementara menunggu kejutan terprediksi, dan merasa bahwa kejutan yang
terprediksi
itu kurang aversif dibandingkan dengan kejutan yang tak terprediksi dengan
intensitas
yang sama.
Penjelasan
mengenai ‘prediktabilitas’ ini adalah sebagai berikut:
Adanya warning signals sebelum peristiwa aversif
memungkinkan individu untuk
memiliki
preparatory process sehinga mengurangi efek stimulus yang membahayakan.
Adanya safe period, yang mana subjek dapat relaks hingga
munculnya warn signals. Kita
bisa
mengingat kembali bagaimana safety signals hypothesis.
11
2.1.1.3 Challenging
Our Limits
Beberapa
situasi yang terkendalikan dan terprediksikan, masih dapat dialami sebagai
peristiwa
stressful karena menekan sampai batas-batas kemampuan dan menggoyahkan
pandangan
kita terhadap diri kita sendiri. Contohnya adalah ketika masa-masa ujian,
mahasiswa
belajar melebihi waktu yang biasa mereka sediakan sehingga menimbulkan
situasi stressful,
dan mempengaruhi pandangan subjek atas dirinya sendiri untuk menanti
kemungkinan
hasil ujian tersebut.
Walaupun
situasi itu penuh antusias dan kebahagiaan, namun peristiwa tersebut masih
mungkin
menimbulkan masalah. Misalnya pernikahan, dimana individu diharuskan untuk
melakukan
banyak penyesuaian baru. Salah satu pasangan bisa saja mengalamai hal-hal yang
menimbulkan
batas batas kesabaran dan toleransi pada saat mengalami idiosinkrasi pada
pasangan
barunya. Ketika iritasi ringan atau ketidaksepahaman besar terhadap masalah
penting,
misalnya masalah finansial, menyebabkan percekcokan pada pasangan yang baru
menikah,
maka keyakinan atau pandangan mereka mengenai pasangannya tergoyahkan,
sehingga
muncul pertanyaan pada salah satu pasangan, pertanyaan “Apakah dia memang
pasangan
yang tepat untukku?”
Setiap
perubahan dalam kehidupan yang menuntut adanya banyak penyesuaian yang
berulang
seringkali dapat dirasakan sebagai peristiwa stressful (Holmes &
Rahe, 1967).
Holmes
dan Rahe membuat Life Events Scale dengan perbandingan terhadap
‘pernikahan’.
2.1.1.4 Internal
Conflicts
Stres
juga dapat ditimbulkan oleh proses internal, yaitu konflik yang tidak
terpecahkan
yang
mungkin disadari atau tidak disadari. Konflik terjadi ketika seseorang harus
memilih
antara
tujuan atau tindakan yang tidak sejalan atau bertentangan. Banyak hal yang
diinginkan
oleh seseorang yang terbukti tidak dapat sejalan. Konflik juga dapat timbul
jika
dua
kebutuhan internal atau motif muncul secara berlawanan.
Konflik
yang paling mendalam dan sulit untuk dipecahkan biasanya terjadi di sekitar
motif-motif
berikut :
Independence
vs Dependence
Jika
dihadapkan pada situasi sulit, mungkin kita menginginkan seseorang untuk
membantu
kita dan
memecahkan masalah kita. Tetapi kita diajarkan untuk berdiri di atas kaki kita
sendiri
dan bertanggungjawab. Di lain waktu, kita mungkin menginginkan kemandirian,
tetapi
situasi atau orang lain memaksa kita untuk tetap bergantung.
Intimacy
vs Isolation
12
Keinginan
untuk dekat dengan orang lain dan berbagi pikiran dan emosi terdalam mungkin
bertentangan
dengan rasa takut dilukai atau ditolak jika kita menceritakan terlalu banyak
tentang
diri kita sendiri.
Cooperation
vs Competition
Persaingan
telah dimulai pada masa anak-anak di antara kakak-adik, berlanjut ke masa
sekolah,
dan berpuncak di dalam persaingan bisnis profesional. Tetapi pada saat yang
sama
kita
didesak untuk bekerja sama dan membantu orang lain.
Impulse
Expression vs Moral Standards
Sebagian
besar proses belajar pada masa anak-anak melibatkan internalisasi batas-batas
kultural
melalui impuls. Seks dan agresi adalah dua area di mana impuls kita seringkali
bertentangan
dengan standar moral, dan pelanggaran terhadap standar tersebut dapat
menimbulkan
perasaan bersalah.
2.1.2 Psychological
Reactions to Stress
Situasi
stres menghasilkan reaksi emosional mulai dari kegembiraan (jika peristiwa
menuntut
tetapi dapat ditangani) sampai emosi umum seperti kecemasan, kemarahan,
kekecewaan,
dan depresi. Jika situasi stres terus terjadi, emosi kita mungkin berpindah
bolakbalik
diantara
emosi-emosi tersebut, tergantung pada keberhasilan kita bagaimana bisa
menyelesaikannya.
2.1.2.1 Anxiety
Kecemasan
yang dimaksud adalah emosi yang tidak menyenangkan yang dikenal
dengan
beberapa istilah seperti ‘kekhawatiran’, ‘kegelisahan’, ‘ketegangan‘, dan
‘ketakutan’,
semuanya
kita alami dalam taraf yang berbeda. Orang yang mengalami peristiwa-peristiwa
dibawah
batas normal ‘ambang penderitaan manusia’ terkadang memiliki pola yang kuat
atas
anxiety-related
symptoms yang disebut postraumatik stress disorder. Adapun gejalanya
adalah
sebagai berikut:
- Mati
rasa terhadap dunia, kehilangan ketertarikan terhadap aktivitas sebelumnya dan
perasaan
asing kepada orang lain.
-
Pelepasan (lessen) trauma dalam ingatan dan mimpi yang berulang kali
-
Gangguan tidur, susah berkonsentrasi, dan overalertness.
-
Beberapa orang merasa bersalah jika bisa selamat sementara yang lain tidak
selamat.
13
Sebuah
studi tentang korban yang selamat dari kamp Nazi: 97%nya masih menderita
anxiety setelah
20 tahun kebebasan mereka. Banyak yang masih tersiksa oleh mimpi-mimpi;
ketakutan
akan diri dan anak-anak mereka akan mengalami hal buruk jika lepas dari
pandangan
mereka.
Post-Traumatic
Stress Disorder atau yang sering disingkat dengan PTSD menjadi
suatu
diagnosa yang diterima secara luas setelah keadaan sulit yang dialami para
veteran
Vietnam.
Walaupun sebelumnya sindrom ini telah ditemukan pada PD I ‘shell shock’ dan
PD
II ‘combat
fatigue’ namun veteran Vietnam mengalami long-term symptoms. Salah
seorang
veteran
Vietnam menulis ‘The war is over in history, but it never ended for me’.
2.1.2.2.
Anger and Aggression
Kemarahan
memicu dan membawa kepada agresi. Anak-anak seringkali menjadi
marah
dan menunjukkan perilaku agresi ketika mengalami frustrasi. Asumsi frustrationaggression
hypothesis, bahwa
ketika upaya seseorang dalam mencapai tujuannya terhambat,
maka
dorongan agresif menyebabkan motif berperilaku menyakiti -objek atau pun
orangmenyebabkan
frustrasi.
Agresi
secara langsung terhadap sumber frustrasi tidaklah selalu baik, kadangkadang
sumber
tersebut ‘samar’ dan ‘kasat’. Seseorang tidak mengetahui apa yang harus
dilawan
tetapi merasa marah dan mencari objek untuk melepaskan perasaan ini. Ketika
keadaan
tidak mengizinkan untuk ‘direct attack’ terhadap sumber frustrasi,
agresi
‘displaced’: Aksi
agresi menjadi tertuju pada objek atau orang yang tidak bersangkutan
daripada
sumbernya langsung.
2.1.2.3 Apathy
and Depression
Apati
adalah respon pasif agresi terhadap frustrasi. Jika kondisi stress terus
berlangsung
dan individu tidak berhasil mengatasinya, maka apati akan berkembang menjadi
depresi.
Teori learned-helplessness
(Seligman, 1975) menjelaskan bahwa ‘aversive
experience’, ‘uncontrollable
events’ membawa kepada apati dan depresi; yang dapat
membantu
kita memahami mengapa orang pasrah dan menyerah pada peristiwa sulit. Gejala
learned-helplessness, antara
lain: apati, penarikan diri, dan diam. Seperti korban Nazi
percaya bahwa
tak ada yang dapat dilakukan, menyerah, dan tidak mencoba untuk melarikan
diri.
14
2.1.3 Cognitive
Impairment
Gejalanya:
- sukar
berkonsentrasi
- sukar
mengorganisasikan pikiran secara logis
- mudah
terganggu
-
performa mereka pada tugas kompleks kurang memuaskan/buruk
Ada 2
sumber gangguan kognitif, yaitu:
- high
level of emotional arousal berpengaruh pada pemrosesan informasi
-
distracting thought ketika menghadapi stressor: kita
merenung-renungkan kemungkinankemungkinan
sumber
perilaku, khawatir tentang konsekuensi perilaku kita, dan ‘mengutuki’
diri
karena tidak dapat mengatasi situasi tersebut dengan lebih baik.
Gangguan
kognitif selama situasi stressful, seringkali membawa orang pada pola
perilaku
yang kaku dan kuat, karena mereka tidak memiliki dan memikirkan pola perilaku
lain.
2.1.4 Physiological
Stress Response
Tubuh
kita otomatis membuat persiapan untuk mengatasi keadaan darurat.
Metabolisme
tubuh meningkat untuk menyediakan energi untuk aksi fisik. Tanda awal stress
adalah
mulut terasa kering.
Reaksi
fisiologis ini adalah hasil aktivasi sistem endokrin yang dikendalikan oleh
hipotalamus,
yaitu sistem saraf simpatis dan sistem adrenal-cortical.
- Saraf
simpatis teraktivasi, menimbulkan gejala-gejala saraf simpatis dan menstimulasi
kelenjar
adrenal untuk melepaskan hormon epinephrine (untuk otot polos, sama
dengan saraf
simpatis)
dan norepinephrine (bertanggung jawab atas kadar gula dari hati) ke
pembuluh
darah.
- Sistem
adrenal-cortical teraktivasi melalui sinyal dari pituitary gland sehingga
mensekresikan
ACTH (hormon stress), yang akan menstimulasi hormon-hormon (terutama
kortisol)
untuk regulasi gula darah dan mineral-mineral tertentu, dan hormon-hormon yang
mengatur
regulasi terhadap situasi darurat.
15
Adapun
polanya adalah sebagai berikut:
Ketika
komponen fisiologis dapat memberikan bantuan terhadap physical action
dengan
segera, maka fisiologis tidak perlu mengadaptasi stress. Artinya, komponen
fisiologis
akan
kembali dalam keadaan semula.
Akan
tetapi ketika physical action itu tidak mungkin dilakukan dan ancaman
terus
menerus
ada selama periode waktu, maka physiological arousal akan mengalami
gangguan
dan
dalam situasi berbahaya. Artinya, ada perubahan komponen fisiologis, misalnya
infeksi
perut,
pembengkakan kelenjar adrenal, dan penyempitan pembuluh limfa (Selye, 1979).
Perubahan
ini menurunkan kemampuan individu untuk menghadapi stressor lain.
Studi
lain yang juga menunjukkan manfaat dari keadaan stres dalam hal ketahanan
fisiologis.
Maksudnya, stress berkala (terjadi dengan periode untuk recovery) akan
memberikan
toleransi terhadap situasi stress selanjutnya. Fungsi stress yang menguntungkan
tersebut
dapat terjadi jika individu berusaha secara aktif dalam mengatasi situasi stressful
itu
(Frankenhauer,
1983).
2.2 How
Stress Affects Health
Upaya
adaptasi terhadap kehadiran situasi stress yang terus menerus dapat
menurunkan
body’s resources secara drastis sehingga rawan penyakit/gangguan.
Gangguan
psikofisiologis
adalah gangguan-gangguan fisiologis yang diyakini melibatkan emosi menjadi
peranan
utamanya. Para peneliti mencari hubungan antara penyakit spesifik dan
karakeristik
yang
mengikutinya, atau dengan jalan ‘coping’ yang seperti apa, dengan
peristiwa stressful.
2.2.1
Direct Effects of Stress on Health
Chronic
overarousal: Ketergugahan sistem simpatik atau sistem
adrenal-kortikal secara
long-term
dapat
menyebabkan kerusakan pembuluh arteri dan sistem organ.
Khususnya,
Penyakit Jantung Koroner (Coronair Heart Deseases) diderita karena
pembuluh
darah yang menyuplai darah ke jantung menyempit dan tertutup, menghambat
aliran
oksigen dan nutrisi ke jantung. Hal ini menimbulkan nyeri, yang disebut angina
pectoris,
di sekitar dada dan lengan. Ketika aliran oksigen ke jantung benar-benar
tertutup,
akan menyebabkan myocardial infarction ‘heart attack’. Tampaknya ada
peran
genetik
dalam CHD ini, individu yang memiliki keluarga berpenyakit jantung akan
beresiko
lebih tinggi menderita CHD.
Stress
yang beresiko CHD misalnya akibat tuntutan kerja yang sangat tinggi dengan
kendali
atas tuntutan itu juga sangat tinggi. Orang-orang yang tinggal dalam lingkungan
16
yang
tidak aman, misalnya Afrika-Amerika yang berpenghasilan rendah, sehingga
mengalami
kemiskinan, kurang berpendidikan sehingga sulit bekerja, kekerasan di
lingkungan,
dan juga diskriminasi, beresiko tinggi dengan penyakit darah tinggi.
The
immune system: psychoneuroimmunology adalah bidang penelitian baru
dalam
behaviral
medicine, yaitu studi mengenai bagaimana sistem kekebalan tubuh dipengaruhi
oleh
stress dan variabel-variabel psikologis lainnya.
Sistem
kekebalan tubuh, yaitu limfosit, melindungi tubuh dari mikroorganisme penyebab
penyakit,
misalnya gangguan infeksi, alergi, kanker, dan gangguan autoimmune.
Fungsi
kekebalan
tubuh adalah sistem yang kompleks dengan banyak faktor yang saling
berinteraksi.
Beberapa
studi terhadap hewan menunjukkan bahwa uncontrollable shock lebih
mempengaruhi
sistem kekebalan daripada controllable shock (Laudenslager et al, 1983;
Visintainer,
Volpicelli, & Seligman, 1982). Jadi, karakteristik peristiwa stressful
‘controllability’
tampaknya menunjukkan hubungan ‘mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh’.
2.3
Health Behaviors
Stress
juga mempengaruhi kesehatan kita yaitu mengakibatkan prilaku yang
menurunkan
kemampuan tubuh melawan penyakit. Ketka kita stress, seringkali kita tidak
memperhatikan
tubuh kita. Individu yang mengalami stress rentan akan ketergoyahan
rutinitas
normalnya dan menjadi ‘sedentary’ (hanya duduk diam). Jadi, secara tidak
langsung
mempengaruhi kesehatan tubuh melalui penurunan perliaku sehat dan
peningkatan
perilaku negatif.
2.4
Appraisal and Personality as Mediators of Stress Response
Peristiwa
yang tidak dapat dikendalikan dan tidak dapat diprediksi, atau yang
menentang
pandangan kita terhadap diri sendiri, cenderung dirasakan sebagai stres.
Terdapat
tiga
kategori dasar tentang mengapa sebagian orang cenderung menilai suatu peristiwa
sebagai
stres, yaitu :
2.4.1
Psychoanalytic Theory
Kecemasan
Neurotik yaitu kecemasan yang tidak proporsional terhadap
bahaya
aktual. Freud yakin bahwa kecemasan neurotik berasal dari konflik bawah
sadar di
dalam seorang individu antara impuls id yang tidak dapat diterima dan
17
batasan-batasan
yang di berikan oleh ego dan superego. Menurut teori psikoanalitik,
kita
semua memiliki suatu konflik bawah sadar.
Contoh
kasus :
Seorang
wanita mungkin secara tidak disadari menyatakan bahwa ia memiliki
perasaan
bermusuhan terhadap ibunya karena perasaan tersebut bertentangan dengan
keyakinan
bahwa anak harus mencintai orangtuanya. Jika ia menyatakan perasaan
yang
sesungguhnya, ia kan menghancurkan konsep diri sebagai anak yang berbakti
dan akan
beresiko akan kehilangan cinta dan dukungan ibunya. Jika ia mulai merasa
marah
kepada ibunya, kecemasan yang timbul berfungsi sebagai sinyal akan adanya
bahawa
potensial
Jadi,
wanita ini mungkin merasakan konflik yang ringan sekalipun dengan
ibunya,
seperti ketidaksepahaman tentang kemana ia akan pergi berlibur, seperti
stresor
berat.
2.4.2
Behavioral Theory
Sementara
itu Freud memandang konflik bawah sadar sebagai sumber internal
respons
stres, ahli behavioris telah memfokuskan pada cara di mana individu belajar
mengasosiasikan
respons stres dengan situasi tertentu.
Sebagian
fobia berkembang melalui pengkondisian klasik. Sebagai contohnya,
seseorang
yang mobilnya hampir terbalik di jalan di pinggir jalan yang curam
mungkin
akan mengalami ketakutan tiap kali ia berada di tempat tinggi. Kadangkadang
ketakutan
sulit untuk dihilangkan. Jadi, orang dapat terus mengalami
ketakutan
tentang situasi tertentu karena mereka secara kronis menghindari situasi
tersebut
dan dengan demikian tidak pernah menantang ketakutan diri mereka sendiri.
Contoh
kasus :
Jadi
anak yang lahir dan di besarkan di lingkungan yang miskin, yang terus
menerus
dikatakan secara langsung dan tidak langsung bahwa ia tidak dapat keluar
dari
kemiskinan, mungkin akhirnya mencoba berhenti keluar. Ia mungkin tidak
melihat
kesempatan untuk meningkatkan pendidikannya atau mendapatkan pekerjaan
yang
baik, karena ia telah belajar bahwa ia tidak dapat mengendalikan hal-hal
tersebut,
hingga ia merasa mengapa harus repot-repot mencoba.
18
2.4.3 Cognitive
Theory
Ketidakberdayaan
yang dipelajari yang diajukan oleh Abramson dan
sejawatnya
(1978) memfokuskan pada satu tipe gaya kepribadian. Para peneliti
tersebut
berpendapat bahwa jika seseorang mempertalikan peristiwa negative dengan
penyebab
internal pada dirinya (‘ini salah saya’) mereka paling mungkin menunjukan
respons
ketidakberdayaan dan terdepresi terhadap peristiwa negatif. Abramson dan
sejawatnya
menyatakan bahwa orang memiliki gaya yang konsisten untuk membuat
atribusi
suatu peristiwa dalam kehipannya, yang dinamakan gaya atribusional.
Contoh
kasus :
Jika seorang
pria yang istrinya meninggalkan dirinya dan menuduh bahwa
kehancuran
perkawinan mereka karena kepribadiannya yang “buruk” (atribut internal,
stabil
dan global), ia cenderung kehilangan harga dirinya dan harapannya akan
membentuk hubungan di kemudian hari akan gagal
pula.
7. Bagaimana stressor dpt memicu
timbulnya gangguan jiwa?
MARLIN
8. Gangguan jiwa
a. Etiologi :
1. Factor-faktor
somatic (somatogenik)
·
Neroanatomi
·
Nerofisologi
·
Nerokimia
·
Tingkat kematangan dan perkembangan
organic
·
Factor-faktor pre- dan peri-natal
2. Factor-faktor
psikologik (psikogenik)
·
Interaksi ibu-anak: normal (rasa percaya
dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan , distorsi dan keadaan yang
terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan)
·
Peranan ayah
·
Persaingan antar saudara kandung
·
Inteligensi
·
Hubungan dalam keluarga, pekerjaan,
permainan, dan masyarakat
·
Kehilangan yang menyebabkan kecemasan,
depresi, rasa malu, atau rasa salah
·
Konsep dini: pengertian identitas diri
sendiri lawan perasaan yang tidak menentu
·
Keterampilan, bakat, dan kreativitas
·
Pola adaptasi dan pembelaan sebagai
reaksi terhadap bahaya
·
Tingkat perkembangan emosi
3. Factor-faktor
sosio-budaya (sosiogenik)
·
Kestabilan keluarga
·
Pola mengasuh anak
·
Tingkat ekonomi
·
Perumahan: perkotaan lawan pedesaan
·
Masalah kelompok minoritas yang meliputi
prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak
memadai
·
Pengaruh rasial dan keagamaan
b. Klasifikasi
Klasifikasi
Gangguan Jiwa
F0
Gangguan Mental Organik,
termasuk Gangguan Mental Simtomatik
Gangguan mental organic = gangguan
mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak. Gangguan
mental simtomatik = pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder
penyakit/gangguuan sistemik di luar otak.
Gambaran utama:
o
Gangguan fungsi kongnitif
o
Gangguan sensorium – kesadaran,
perhatian
o
Sindrom dengan manifestasi yang menonjol
dalam bidang persepsi (halusinasi), isi pikir (waham), mood dan emosi
Fl
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol dan Zat Psikoaktif
Lainnya
F2
Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham
Skizofrenia ditandai dengan penyimpangan
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang
tidak wajar atau tumpul. Kesadaran jernih dan kemampuan intelektual tetap,
walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang kemudian
F3
Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif])
Kelainan fundamental perubahan suasana
perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa
anxietas), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan afek
biasanya disertai perubahan keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala
lain adalah sekunder terhadap perubahan itu
F4
Gangguan Neurotik,
Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres
F5
Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik
F6
Gangguan Kepribadian
dan Perilaku Masa dewasa
Kondisi klinis bermakna dan pola
perilaku cenderung menetap, dan merupakan ekspresi pola hidup yang khas dari
seseorang dan cara berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain. Beberapa
kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan
dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi dan
pengalaman hidup, sedangkan lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya.
F7
Retardasi Mental
Keadaan perkembangan jiwa yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan
selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara
menyeluruh. Dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik
lain. Hendaya perilaku adaptif selalu ada.
F8
Gangguan Perkembangan
Psikologis
Gambaran umum
o
Onset bervariasi selama masa bayi atau
kanak-kanak
o
Adanya hendaya atau keterlambatan
perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan erat dengan kematangan biologis
susunan saraf pusat
o
Berlangsung terus-menerus tanpa remisi
dan kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwa
Pada sebagian besar kasus, fungsi yang
dipengaruji termasuk bahasa, ketrampilan visuo-spasial, koordinasi motorik.
Yang khas adalah hendayanya berkurang secara progresif dengan bertambahnya
usia
F9
Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan
Remaja
PPDGJ III
i.
Ringan
: Neurosis
ggn non psikotik yg
kronis atau rekuren yg ditandai terutama oleh ke- cemasan yg dialami atau
diekspresikan scr langsung atau diubah melalui mekanisme pertahanan,kecemas an
dpt tampak sbg gejala (obsesi, kompulsi, fobia) atau disfungsi (astenia,
impotensi) dll.
DSM-III: Suatu ggn
jiwa/mental (ringan-sedang -berat) dg sindroma yg menyebabkan penderitaan
dikenali sebagai tdk dapat diterima atau asing, daya nilai realita baik, ggn
relatif bertahan atau rekuren tdk terbatas pd reaksi atau stresor dan sulit
ditunjukkan etiologi atau faktor organik
ii.
Berat
: Psikosis
1. Psikosis
organik, tdpt patologi pd sistem
organ ssp/luar
ssp ( demensia, delirium,
psikosis post
partum ) dll.
2. Psikosis
fungsional, tdk terdapat patologi pada
sistem organ, yg
terganggu fungsi jiwanya atau
ggn pd tataran
biologi molekuler: sistem sel,
reseptor,
neurotransmitters ( skizofrenia,
skizoafektif,
psikosis akut) dll
Criteria perbedaan psikosis
dan neurosis :
|
Neurosis
|
Psikosis
|
Sindroma
tingkah laku
|
-
Was-was
-
Serangan cemas
-
Fobia-obsesi-konpulsif-konversi-fugue
-
Demensia-konfabulasi
|
-
Hiperaktif
-
Kompulsif
-
Retardasi
-
Curiga
-
Penarikan diri
|
Mekanisme
defense
|
Represi,
displacement, isolasi, reaksi formasi, undoing, substitusi, konversi
|
Ekstrem, lebih
regresif, mengabaikan realitas
|
Ekspresi
afektif
|
responsif
|
Elasi,
depresi, apati, ambivalen
|
Fungsi
ego
|
Intak tp menyempit
Orientasi pd
realitas
|
Terganggu
Hub
realitas terganggu
|
Hubungan
interpersonal
|
-
Terpelihara
-
Emosi labil
-
Dramatisasi
-
Hubungan heteroseksual
terganggu
|
-
Ambivalen
-
Seperti terganggu
-
Kebingungan hub seksual
|
o
Dalam
remisi parsial
Kriteria
sepenuhnya untuk gangguan sebelumnya pernah dipenuhi, tetapi sekarang hanya
beberapa gejala atau tanda dari gangguan yang tertinggal
o
Dalam
remisi penuh
Tidak
ada lagi gejala atau gangguan tetapi secara klinis masih relevan dengan
gangguan yang dimaksud.
Sinopsis psikiatri,
Kaplan dan Sadock
c. Diagnosis
Assessment
dan Diagnosis
·
Proses assessment dan diagnosis
klinis sangat penting bagi studi dan penanganan psikopatologi.
·
Assessment klinis: evaluasi dan
pengukuran secara sistematik terhadap faktor psikologis, biologis dan social
pada diri individu yang diduga mengalami gangguan psikologis.
·
Daignosis: Proses menentukan apakah
masalah tertentu yang menimpa individu memenuhi semua kriteria gangguan
psikologis tertentu.
2. Pemeriksaan
Status Kejiwaan
·
Melibatkan observasi sistematik
terhadap perilaku seseorang.
·
Pemeriksaan status kejiwaan meliputi
5 kategori:
a.
Penampilan dan perilaku
b.
Proses berpikir
c.
Suasana perasaan dan afek
d.
Fungsi intelektual
e.
Sensorium
·
Penampilan dan
perilaku --- perilaku yang tampak, cara
berpakaian dan penampilan, postur tubuh, dan ekspresi.
·
Proses berpikir --- kecepatan berbicara, kontinuitas pembicaraan, dan isi
pembicaraan.
·
Suasana
perasaan dan afek --- keadaan perasaan yang dominan,
keadaan perasaan yang menyertai ucapan individu.
·
Fungsi
intelektual --- Tipe kosakata, ingatan,
pengukuran, abstraksi dan metafor (kiasan-kiasan).
·
Sensorium --- keasadaran akan keadaan sekitar, yaitu terhadap orang (diri
sendiri dan terapis), waktu dan tempat.
3. Pemeriksaan
Fisik
·
Dilakukan bila klien belum pernah
mengalami pemeriksaan selama satu tahun terakhir.
·
Dilakukan dengan perhatian khusus
terhadap kondisi-kondisi medic yang berhubungan dengan masalah psikologis
tertentu.
·
Bila ditemukan adanya kondisi medic
tertentu, maka selanjutnya perlu dipastikan apakah kondisi tersebut merupakan
gejala penyerta atau penyebab.
4. Asesment
Behavioral
·
Merupakan tindak lanjut dari
pemeriksaan status kejiwaan dengan cara melakukan observasi langsung dan formal
untuk mengukur pikiran, perasaan dan perilaku individu dalam situasi atau
konteks tertentu yang berhubungan dengan masalah.
·
Fokus pada ABC --- Antecedent
(penyebab atau hal yang melatar belakangi), BehaviorConsequence
(konsekuensi perilaku). (Perilaku), dan
5. Tes Psikologi
·
Merupakan tes yang standar untuk
mengakses adanya gangguan psikologis tertentu.
·
Tes psikologi yang bersifat khusus
dapat mengungkap respon kognitif, emosional, dan perilaku yang mungkin
berhubungan dengan gangguan tersebut.
·
Tes kepribadian proyektif maupun non
proyektif
·
Tes intelegensi --- menentukan
struktur dan pola kognisi
·
Tes neuropsikologis --- mengetahui
kemungkinan kontribusi kerusakan atau disfungsi otak tertentu kondisi pasien.
·
Tes neurobiologis --- menggunakan
gambar-gambar untuk menilai struktur dan fungsi otak.
6. Diagnosis
Pendekatan dalam diagnosis
a.
Pendekatan kategori klasik
Metode
klasifikasi yang didasari asumsi mengenai adanya perbedaan yang jelas diantara
berbagai macam gangguan, masing-masing dengan penyebab yang diketahui berbeda.
Lebih
cocok untuk diterapkan dibidang medis daripada untuk mendiagnosa gangguan
psikologi yang begitu kompleks.
b.
Pendekatan dimensional
Membuat
kategori berbagai karakteristik berdasarkan kontinum. Mencatat beragam kognisi,
suasana perasaan dan perilaku klien dan mengkuantifikasinya kedalam suatu
skala.
Kurang
memuaskan karena tidak ada kesepakatan mengenai berapa banyak dimensi yang
diperlukan.
c.
Pendekatan prototipikal
Sistem
kategori gangguan dengan menggunakan ciri-ciri penentu esensial, dan sejumlah
variasi pada beberapa karakteristik lainnya.
Kelamahannya:
batas-batas kategori tidak jelas dan ada beberapa gangguan yang memiliki
kesamaan gejala (komorbiditas).
DSM
DSM
(Diagnostic and statistical manual of mental disorder). Merupakan pengembangan
dan perluasan darimodel penggolongan Emil Kraepelin. Diperkenalkan pertama kali
pada tahun 1952 dan versi terakhir pada tahun 2000, DSM IV-TR (Text Revision).
DSM V dalam proses penyusunan.
DSM
bersifat deskriptif, yang menguraikan ciri-ciri diagnostic dari perilaku
abnormal, tidak menjelaskan penyebabnya.
Ciri-ciri DSM
a.
Menggunakan kriteria diagnostic yang spesifik --- mendeskripsikan ciri-ciri esensial
(kriteria yang harus ada) dan ciri-ciri asosiatif (kriteria yang
sering diasosiasikan dengan gangguan tapi tidak esensial).
b.
Pola perilaku abnormal yang memiliki ciri-ciri klinis yang sama dikelompokkan
menjadi satu.
c.
Sistem bersifat multiaksis --- menggunakan system yang multidimensional
sehingga memiliki jangkauan informasi yang luas tentang keberfungsian individu.
I.
Aksis I : Gangguan klinis dan kindisi lain yang mungkin menjadi focus
perhatian.
II.
Gangguankepribadian dan Retarasi Mental
III.
Kondisi medis umum
IV.
Problem psikososial dan lingkungan
V.
Assessment fungsi secara global
Pedoman
Diagnostik PPDGJ-lll untuk skizofrenia
saja :
·
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut
ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu
kurang tajam atau kurang jelas):
a.
- “thought echo”
= isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak
keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya
berbeda ; atau
- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b.
- “delusion of control”
= waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar;
atau
- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifat mistik atau mukjizat;
- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifat mistik atau mukjizat;
c.
Halusinasi auditorik:
§ suara
halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
§ mendiskusikan
perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau
§ jenis
suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
d.
Waham-waham menetap jenis lainnya, yang
menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)
·
Atau paling sedikit dua gejala dibawah
ini yang harus selalu ada secara jelas:
a.
halusinasi yang menetap dan panca-indera
apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
b.
arus pikiran yang terputus (break) atau
yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan
yang tidak relevan, atau neologisme;
c.
perilaku katatonik, seperti keadaan
gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
d.
gejala-gejala “negative”, seperti sikap
sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau
tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
·
Adanya gejala-gejala khas tersebut
diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak
berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
·
Harus ada suatu perubahan yang konsisten
dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek
perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri
(self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Maslim
R, skizofrenia dalam PPDGJ III, Jakarta, 2000
d. Px fisik dan lab apa yg diperlukan
dan interpretasinya?
9. Gangguan jiwa psikotik ?
PURBO
DIAGNOSIS
Mas Panggi : skizophrenia paranoid
Subhan : skizophrenia katatonik
Gede Adhi : skizophrenia katatonik
Depi : skizophrenia paranoid
Mas Rahmawan : skizophrenia katatonik
Ermando : skizophrenia
Amalia : Skizophenia katatonik
Dwi Purbo : skizophrenia katatonik
Erina : skizophrenia katatonik
Noviana : skizophrenia hebefrenik
Tasia : Skizophrenia katatonik
Udtiek : Skizophrenia katatonik
Marlin : skizophrenia katatonik/hebefrenik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar